Tuesday, October 7, 2014

Suatu siang.

Mentari begitu terik bersinar.
Hingga membakar kulitmu.
Peluh sekujur tubuh membasahi bajumu.

Langkah kakimu tak berhenti untuk berjalan.
Apakah kamu tidak lelah atau berpikir untuk istirahat?

Kamu terus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
Hingga aku berpikir, kau gila!
Hidup hanya sekali dan kau terus menerus untuk bekerja.
Alasanmu terlalu sederhana dan klasik.
Deadline!

Aku ingin membantumu, menolongmu.
Tapi ku tak dapat.
Selalu saja kau dapat berikan alasan untuk menolak.
Kini, aku hanya menolongmu melalui doa dalam sepi.

Mungkin, para malaikat lelah mencatat namamu dalam doaku.
Tapi, aku takkan lelah untuk mendoakanmu. Selalu.

Matahari dapat saja membakar kulit.
Tetapi, dia tidak dapat menghancurkan semangatmu.
Matahari dapat saja membuat kepalamu pening.
Tetapi, dia tidak dapat membuatmu berhenti.

Kamu pun tahu, perjuanganmu takkan pernah sia-sia.
Lelahmu, keringatmu, perjuanganmu.
Akan berakhir dengan sebuah senyuman diakhirnya.
Berdiri tersenyum bersama dengan keluargamu didepan.

Hingga akhirnya, diakhir namamu akan bertambah sebuah gelar!

Kau adalah bidadari yang tidak mengenal kata lelah.
Kau adalah bidadari yang tangguh.
Kau adalah bidadari.

Teruslah bersamangat dan tersenyum, bidadari!
Siang takkan menghalangimu untuk meraih mimpimu.

Wednesday, October 1, 2014

Maaf, padamu perempuan di ujung lorong

Maaf.
Tampaknya sederhana, namun begitu sulit untuk kuucapkan.
Maaf.
Untuk semua hal yang pernah terjadi selama ini.
Maaf.
Karena aku telah membuatmu kesal dan jengkel dengan ulahku.

Aku adalah seorang pecundang yang tak mampu untuk muncul di dalam terang.
Aku adalah seorang yang menganggumimu dalam gelapku.

Maaf.
Mungkin, hanya kata ini yang dapat mewakilinya.
Sejuta kata maaf pun, mungkin saja tidak kau terima.
Satu kalimat maaf dengan segala keindahannya pun terlalu basi.

Maaf.
Aku telah candu terhadap senyummu yang selalu kulihat di ujung lorong.
Dalam senyummu itu ada sebuah rasa manis yang menagihku setiap minggu.
Kau berdiri lalu tersenyum. Aku terhanyut.
Tanpa ada sapa singkat di antara kita. Aku telah terbang tinggi.

Maaf kan aku.
aku pernah berkenalan denganmu, sebentar.
Masih kah kau ingat? Mungkin, saja sudah kau lupakan.

Maaf.
Untuk kata terakhirku, aku meminta maaf kepadamu.
Mungkin, sebaiknya aku akan berjalan kembali ke depan.
Melupakan senyummu yang membuatku candu.

Aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal dengan semacam teror seperti ini.
Hanya aku tidak tahu bagaimana cara untuk kenal denganmu.
Itu saja.

Aku selalu merindukan senyummu yang manis.

Maafkan aku,
Untukmu gadis di ujung lorong yang membuatku terpesona.

Tuesday, September 30, 2014

Sore Ini


Terkadang, Tuhan mempertemukanmu dengan seseorang yang pada akhirnya harus kau lepaskan..

Sore ini, aku memikirkanmu, melebihi kapasitas berpikirku..
Dengan kopi yang sering kita habiskan bersama dengan canda, kini aku sendiri.

Masih ingat rintik hujan yang kita lewatkan bersama dengan petikan gitarmu dan lagu yang selalu kau katakan untuk aku?

Sore ini, disaat senja menampakan dirinya, aku merintih dengan kopi yang mulai mendingin, lalu tiada kata bahkan canda, tatapku kosong, jiwaku pergi bersama punggungmu yang semakin menjauh, menghilang.

Sore ini, tak ada kata yang ingin ku ucap selain aku merindukanmu, merindukan tawamu, suaramu, jailmu, nasihatmu, marahmu, pelukmu, senyummu, bahumu, semuanya, aku merindukanmu.

Sore ini, tak dapatkan kita memulai mencoba untuk berbicara kembali? Walau hanya sekedar hallo? Atau apa kabar? Atau sekedar tatap aku rela.

Sore ini, aku duduk di tempat kesukaan kita, menangis sepertinya derasnya hujan, tak kau seka lagi airmataku, seperti biasanya. Tak kau katakan lagi "jangan menangis, aku tak suka" lagi. Kemana ku cari bahu ketika aku membutuhkan?

Sore ini, aku hanya dapat menunggu, menunggumu yang entah kapan akan kembali..

- Rafika febryna sitorus -

Monday, September 29, 2014

Gelembung Udara



Membahagiakan dan menyenangkan ketika meniupkan gelembung udara, melihat setiap hasilnya terbang ke langit. Tidak hanya satu, tetapi banyak gelembung yang berada di langit.

Gelembung udara itu bagaikan mimpi-mimpiku yang indah saat diterbangkan, ia akan terbang tinggi, sangat tinggi. Namun, sayangnya begitu rapuh dan tak dapat bertahan lama di langit.

Satu per satu, gelembung itu akan hancur. Seperti mimpiku yang satu per satu akan hancur saat aku merasakan indahnya mimpi itu.

Keindahan gelembung udara pun layaknya dirimu, yang indah namun tak rapuh. Menyentuhmu adalah sebuah impian diriku. Saat aku berusaha untuk menyentuhmu, kamu akan hancur.

Kamu menerbangkan aku tinggi ke awan ketika melihat indahnya dirimu, lalu dalam sekejab aku pecah atau terhempaskan angin hingga akhirnya semua hilang.

Meskipun kamu rapuh dan mudah hancur ketika berusaha kuraih, namun cukup membuat hatiku bahagia untuk melihat dan mengenalmu.

Ya, kamu memang bukanlah gelembung udara yang rapuh. Dan, kamu adalah seorang perempuan yang begitu spesial untukku. Begitu lembut dan terlihat menyenangkan untukku.

Kamu memanglah seorang perempuan, tetapi kamu seperti gelembung udara. Dan, aku tidak tahu bagaimana cara untuk dapat mendekatimu dan menyentuhmu tanpa membuat kamu pecah, lalu hilang.

Tetaplah untuk menjadi gelembung udara yang menyenangkan dan membahagiakan, meski tak dapat kuraih, biarlah keindahanmu selalu menjadi pemandangan untuk diriku. Meski setelah itu kau kembali hilang dari hadapanku.

Thursday, September 25, 2014

Tentang Kerinduan

Aku menanamkan rinduku
Pada lapisan tanah terdalam
Aku menerbangkan rinduku
Pada tingkat langit tertinggi
Aku menitipkan rinduku
Pada orang yang berlalu lalang

Tidakkah kau lihat dan rasakan?

Aku menyembunyikan rinduku
Pada deretan sandi dan kode
Aku membisikkan rinduku
Pada heningnya malam
Aku mencatatakan rinduku
Pada baris kalimat yang kutulis

Masihkah kau tidak sadar?

Aku akan melepaskan rinduku
Pada dirimu seorang, janjiku!
Melepaskan rindu. Melepaskan jiwaku.
Biarkan rinduku bersua denganmu
Lalu hilang di temaram malam

Tanpa sedikit pun kau sadari, Bidadari.

Saturday, August 16, 2014

Perpisahan.

Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Setiap yang berawal pasti akan ada akhirnya. Kita tidak pernah tahu bagaimana ujung kisahnya akan seperti apa, bahagia atau sedih. Namun, satu hal yang kita ketahui ialah cepat atau lambat akan merasakan momen seperti itu karena di dunia ini tidak ada yang abadi.

Kemarin sore, suasana langit saat senja melukiskan tentang segala perasaan setelah mendapatkan suatu kabar yang menyesakkan di dada. Iya, senja itu memang indah namun sayangnya kehadiran senja hanya sementara tidak selama siang atau malam. Ia hadir sebentar sebagai batas tanda pemisah.

Sebuah kabar yang membuatku terkenang kejadian hampir sepuluh tahun lalu. Sebuah cerita yang hanya ada warna gelap. Semuanya gelap saat itu, aku tidak tahu harus melakukan apa-apa dan pada saat itu aku cukup beruntung karena memiliki saudara-saudara yang ada dirumah untuk menghibur. Tapi, mereka hanya sementara hadirnya seperti senja.

Perpisahan untuk sementara  saja sudah membuat hati terasa perih, bagaimana bila perpisahan untuk selamanya? Berpisah dengan orang yang kita sayangi untuk selamanya, kehilangan perhatian dari sosok yang menjaga dan menuntun sejak kecil hingga kita tumbuh dewasa. Dalam hati, merasa hancur dan bayang-bayang yang kita bangun rasanya akan menghilang begitu saja.

Menyamarkan. Kita menyamarkan bagaimana tentang perasaan kita yang berada di dalam hati. Berpura-pura untuk tetap tegar dan kuat, tetap dapat tersenyum dan menyapa setiap orang yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa.

Melihat sosok orang yang kita sayangi terbujur kaku dihadapan kita. Melihat sosk orang yang kita sayangi perlahan demi perlahan masuk ke dalam peristirahatan terakhirnya. Menaburkan bunga di atas liang lahatnya yang masih baru.

Hari demi hari, kita masih merasakan bila sosok tersebut masih ada dan hanya pergi untuk sementara. Saat bulan berganti bulan, rasa rindu itu mulai hadir di lubuk hati yang paling dalam, bagaimana merindukan cara ia memperhatikan kita, bagaimana cara menghabisi waktu-waktu bersama yang semakin lama semakin susah untuk didapatkan.

Mungkin, aku mulai merindukan masa-masa itu kembali.

Wednesday, August 6, 2014

Jalan Di Tempat!

Cinta itu random.

Gatau kapan di datang dan kepada siapa menjatuhkan pilihannya, tahu-tahunya dalam waktu yang tidak pernah kita duga kita sudah dipeluk oleh cinta itu. Ia datang tiba-tiba, lalu bila tidak menyadari kehadirannya ia akan hilang dalam seketika. Terkadang, kita dapat jatuh cinta terhadap orang yang tidak kita inginkan cinta berlabuh kepadanya dan terkadang pula kita jatuh cinta terhadap sahabat sendiri.

Tidak ada yang perlu dimengerti akan arti cinta. Tidak ada yang perlu diberikan alasan mengapa dapat jatuh cinta. Ketika terjadi hati langsung bergetar dengan rasa penasaran dan ingin bersamanya. Tidak selamanya cinta dilapisi dengan kata nyaman dan tidak selamanya cinta dihadirkan dengan segala keutuhannya yang membuatnya menjadi sempurna.

Saturday, August 2, 2014

Nyaman Dalam Zona Aman.

Semua orang akan terus berlari mengejar impiannya hingga pada suatu titik mereka akan berdiri pada titik yang membuatnya nyaman dan berhenti untuk berlari. Nyaman dalam artian menikmati segala yang mereka dapatkan, meski mimpinya belumlah sepenuhnya mereka dapatkan. Nyaman dalam artian menghindar untuk terus berjuang dalam apa yang cita-citakan.

Semua orang yang berlari dalam trek yang lurus akan merasakan kejenuhan saat mereka berlari. Semuanya terasa tenang baginya, angin yang berhembus dengan sepoi, sinar mentari yang tidak terlalu terik, dan segala kebutuhannya terpenuhi setiap mereka membutuhkan. Mereka akan berlari dengan tenang dan perlahan menjadi pelan hingga pada suatu saat mereka jenuh dengan apa yang mereka lakukan. Semuanya tampak menjadi membosankan bagi mereka.

Semua orang akan dipaksa berlari mengejar sesuatu dan dalam berlari mereka akan membuat target-target untuk dapat mencapai mimpi-mimpinya. Entah itu membuat semacam deadline, kata-kata penyemangat, atau list-list yang harus dilakukan untuk dapat mengejar mimpinya. Namun, pada nyatanya semakin ia jauh berlari semakin sering melakukan negoisasi terhadap segala sesuatu yang ia buat dan akhirnya jatuh dalam lubang kebosanan.

Saat berlari. Entah itu untuk skripsi, tugas kuliah atau kantor, projek-projek pribadi atau kelompok, atau lain halnya yang selalu dikatakan oleh orang banyak adalah fokus. Fokus dan selalu fokus terhadap apa yang sedang dikerjakan. Lalu, akan lelah sendiri ketika setiap hari fokus dalam apa yang akan dikerjakan, tetapi terkadang bila diselingi dengan bermain akan kebablasan untuk terus bermain. Dilema.

Ketika berada di titik nyaman dengan segala apa yang dimiliki, rasanya akan banyak alasan-alasan yang diucapkan mengenai mengapa tidak terus berlari dalam mengejar mimpinya tersebut hingga akhirnya setiap waktu yang terbuang berakhir dengan rasa penyesalan. Semua kalimat tanya muncul dalam otak dan semakin membuat rasa bersalah itu berkembang semakin lama semakin besar.

Mencari kambing hitam akan segala keterlambatan yang ia alami. Mencari kambing hitam mengenai kegagalan untuk meraih mimpi-mimpinya. Semuanya dilimpahkan kepada hal lain, padahal kesalahannya ada dalam dirinya sendiri.

Kenyamanan merupakan hal yang paling indah dalam kehidupan. Saat kita nyaman terhadap sesuatu, saat itu kita merasa memiliki dengan sepenuhnya dan tidak ingin meninggalkan orang tersebut dengan alasan kenyamanan itu sendiri. Perlahan ketika kenyamanan itu mulai menghilang mengikuti kondisi dan waktu, kita akan kembali mencari sesuatu hal untuk dipersalahkan untuk menggugat kenyamanan itu sendiri.
Adakah yang salah dengan kenyamanan? Adakah yang salah dengan zona aman?

Hemat saya, tergantung dari sisi mana. Ketika nyaman dalam zona aman membuat kita tidak dapat berkembang dengan maksimal berarti ada yang salah dengan cara kita. Bukankah kita memang dituntut untuk terus mengembangkan kemampuan kita? Bukankah kita diharuskan untuk mengejar mimpi-mimpi kita?
Mungkin, ini juga yang sedang saya rasakan. Nyaman dalam zona aman.

Menulis merupakan kenyamanan dalam keseharian. Namun, semakin lama saya merasakan nyaman dalam zona aman ini saya semakin terbuai untuk bersantai dan target-target yang harus dicapai selalu diatur ulang tergantung mood saya. hingga akhirnya pada titik ini saya merasakan jenuh dalam menulis. Entah itu menulis jurnal sepakbola, tulisan-tulisan ringan, atau projek novel saya.

Semuanya berawal dari kata nyaman di zona aman ini dan seperti seorang ilmuwan yang berusaha untuk mencari rumus-rumus antidote untuk kenyamanan yang membuat jenuh dalam mengejar target-target atau mengerjakan projek-projek.

Bahkan terkadang kenyamanan membuat kita lupa bila kita sedang berlari untuk mengejar mimpi yang lebih besar lagi dan membuat langkah kaki kita perlahan berhenti dalam perjuangan di saat kita melihat garis akhir yang berada tidak jauh lagi dari hadapan kita. Pahitnya, nyaman membuat kita menyerah untuk terus berkembang dan mencari yang lainnya.

Dapatkah sekarang aku menyerah dalam kenyamanan dalam zona aman ini?

Monday, July 21, 2014

Trip Tiga : D.I.Y ( Bagian Satu)

Akhirnya kesampaian juga pergi ke kota pelajar ini, kota yang sesungguhnya sudah menjadi harapan gue untuk pergi kesini dan masuk ke dalam impian pergi di tahun ini. kota yang selalu menyimpan cerita dan selalu istimewa di hati. Kota yang lebih ramah dan nyaman dibandingkan dengan Ibukota yang jahatnya melebihi ibu tiri.

Sekarang, mari kita mulai semuanya....

Bentar, memangnya ini trip ketiga? Bukannya baru pertama kali masuk ke dalam catatan perjalanan di blog ini?

Kembali ke masa lalu.



Otak gue mulai teracuni cerita dari film X-Men terbaru yang dimana mengisahkan masa depan para mutan yang terus diburu oleh steniel dan mencapai ke titik kepunahan dari mutan akibat kesalahan yang dilakukan oleh Raven di masa lalu. Akhirnya Logan lah yang dikirimkan ke masa lalu untuk mencegah Raven membunuh ilmuwan yang menciptakan robot pemburu tersebut untuk mengubah sejarah di masa depan.

Namun sayangnya gue bukan mau cerita tentang film X-Men, tetapi ehm –bisa dilihat lah dari judulnya sendiri gimana ya?. Film X-Men aja boleh kembali ke masa lalu untuk memperbaiki masa depannya, masa kita engga boleh kembali ke masa lalu? Boleh dong, boleh aja ya.hehe . dan, kembali ke masa lalu pun bukannya engga bisa move on juga kan? Tapi sih katanya ya, kalau masih rindu dengan masa lalu berarti kehidupan di masa sekarang mengalami kemunduran makanya rindu masa lalu.

Yang Bertahan dan Yang Berjuang.

Pikiranku langsung melayang kemana-kemana saat mendengar kalimat tersebut. Kalimat yang sederhana namun sanggup membuatku bertanya-tanya. Bukankah kita semua memang perlu yang namanya bertahan dan berjuang? Bukankah dalam bertahan itu butuh yang namanya perjuangan? Dan, memang berjuang tidak selamanya identik dengan bertahan. Lalu, mengapa hal ini menjadi sebuah pertanyaan?

Bila dalam sepakbola ada sebuah istilah menyerang ialah pertahanan terbaik. Perjuangan yang dilakukan dalam penyerangan butuh kerja ekstra keras untuk dapat membongkar pertahanan lawan untuk mencetak gol dan meraih kemenangan, namun disisi lain pun negative football yang memainkan taktik tidak indah dan cenderung membosankan dengan memarkirkan bis, pesawat, bahkan tank sekalipun di dalam lapangan lebih pasnya dalam pertahanan sendiri, hampir sebagian pemain bertahan untuk menjaga keunggulan atau mencegah supaya tidak kebobolan.

Sunday, May 18, 2014

Balada Pengagum Rahasia!


Kegiatan apa yang paling menyedihkan namun menyenangkan ketika dilakukan? Mungkin, menjadi seorang yang mencintai dalam kesendiriannya tanpa berani untuk berucap atau bahkan tak berani untuk berkenalan padahal ia telah jatuh cinta terhadap orang tersebut.

Ah, memang jatuh cinta sepertinya aneh dan tidak masuk akal. Terkadang kita dapat jatuh cinta terhadap orang lain tanpa kita sadari, bahkan sesaat ketika menolak untuk mengakui di bibir namun pada kenyatannya dalam hati sudah mendekap asa dalam bayangannya yang menghantui lini per lini dalam otak ini.

Tuesday, April 1, 2014

Seksiologi. Eh, Sosiologi.



Perbedaan tempat membuat kita perlu untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Itulah yang kurasakan ketika pindah atau lebih tepatnya pergi dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Awalnya, aku merasakan kecanggungan karena dalam kepindahan ini ada perbedaan angkatan yang kualami. Iya, meski di tempat lama aku sudah biasa untuk sekelas bersama dengan angkatan bawah.

Pertama bertemu dengan mereka, semua tampak biasa saja, tidak ada yang aneh yang merasuki pikiranku, meski satu hal yang kubenci ialah jumlah mahasiswa dalam jurusan ini paling sedikit di fakultasku.

Pertemuan Pertama.



Pertemuan pertama akan menghasilkan penilaian pertama bagi orang lain, bisa itu baik, bahkan bisa saja penilaian itu buruk. Bahkan dalam penilaian pada pertemuan pertama pun dapat menipu, namun kita lebih sering atau mudah menilai orang pada pertemuan pertama sendiri, padahal banyak orang yang mengatakan bila jangan menilai suatu buku melalui cover, sama seperti menilai seseorang jangan melalui penampilan dan pertemuan pertama. Aku pun menyadari lebih mudah dan cepat menilai seseorang dari penampilan dan kesan pertama, meski pada akhirnya terkadang juga penilaian kita salah pada orang itu.

Dalam pertemuan pertama pun kita dapat jatuh cinta, jatuh pada suatu perasaan yang begitu cepat dan tidak jelas. Cinta pun tidak hanya melulu memerlukan alasan yang tepat untuk menjawab mengapa dapat jatuh cinta?

Wednesday, February 5, 2014

Ini Untuk Kamu. Cinta Banjir.




Malam ini hujan kembali membasahi kota, tidak pelan ia terjatuh, tetapi begitu liar dan ribut setiap buliran air yang jatuh. Aku memang menyukai suasana hujan, tetapi aku terlalu bosan bahkan benci dengan hujan di bulan Januari atau Februari. Untukku, hujan di bulan Desember merupakan yang terindah, bukan karena sebuah lagu tetapi karena sebuah cinta yang tanpa memerlukan alasan.
Secangkir kopi hangat aku sesap guna mengurangi rasa kantukku. Kafein yang terkandung di dalam kopi selalu dikatakan oleh orang-orang dapat membuat mata ini tetap melek, tetapi untukku, itu tidaklah terlalu berguna cukup banyak, aku tetap merasakan kantuk yang berat dan tidak memerlukan waktu untuk terlelap meski sudah menyesap kopi yang selalu kental dan pahit bila aku yang membuatnya.
Air dalam gorong-gorong sudah mulai kembali penuh, padahal hujan baru sebentar turunnya. Dan tidak memerlukan waktu yang lama pula untuk meluber tumpah menutupi jalan depan rumahku, baru semata kaki.

Pelangi di Matamu.



“Aww...”
Rintih Ronald ketika mencoba untuk duduk di atas kasur. Tidak jauh dari tempatnya berada seorang perempuan yang dari tadi menemani Ronald yang pingsan duduk memperhatikan cowok itu berusaha untuk duduk.
“Udah sadar? Pelan-pelan.” Ucap perempuan itu dengan santai dari tempat duduknya, lalu perempuan itu kembali tenggelam dalam novel yang sedang ia baca.
Raut wajah Ronald kebingungan, pandangannya yang masih samar-samar membuat dirinya semakin bingung. Terlebih lagi suara perempuan itu, ia begitu mengenal pemilik suara itu. Rasanya begitu sulit ia percaya sekarang ia berada berdekatan dengan perempuan itu.
Rasanya ia hendak bertanya kenapa gue ada disini? Kenapa Aksa yang menemani gue? tapi segala pertanyaan itu tidak ada satupun yang berhasil ia ucapkan, hanya tertahan di tenggorokannya. Seperti biasa.

Rumah. Kita Membutuhkannya.




Siapa yang tak membutuhkan rumah? Tempat dimana kita bisa bertumbuh dan berkembang, dan di rumah juga kita mendapatkan rasa nyaman dan kasih sayang. Tetapi terkadang, banyak yang memilih untuk meninggalkan rumah dan membencinya. Entah lah, yang pasti akan banyak alasan-alasan yang membuat mereka lebih betah di luar rumah dengan berusaha pergi dari rumahnya.
Kini, aku belajar yang namanya rumah. Bukan hanya sekedar bangunan fisik belaka yang memiliki pintu, jendela, kamar-kamar, atau segala barang yang melengkapi setiap ruangnya. Rumah itu pun bukan dilihat dari besar atau kecilnya. Rumah itu mengenai kenyamanan. Segala barang yang di dalam rumah itu bukankah untuk kenyamanan sang pemilik bangunan tersebut?

Surat Cinta Untuk Ibu.




Ibu, apa kabarmu? Apakah kamu masih bersedih di peraduanmu? Apakah air mata yang masih membasahi kedua pipimu, Ibu? Atau kah, engkau sedang marah kepada anak-anakmu?
Ibu, apakah aku boleh menyita waktumu sebentar untuk membaca surat dari ku mengenai cerita-cerita yang aku alami di negeri ini?
Ibu, tahun dua ribu empat belas sudah berjalan belasan hari. Tapi rasanya, masalah demi masalah masih saja setia berada di langit Indonesia. Sampai kapan kah ini semua harus berakhir, Ibu? Dan, apakah kamu tahu, bahwa aku terlalu lelah dengan yang terjadi di bangsa ini Ibu. Mereka, mereka mulai sibuk memperkenalkan diri mereka dengan baliho-baliho atau spanduk-spanduk yang begitu menganggu pemandangan, jangankan menganggu pemandangan, bahkan mereka menaruh di tempat-tempat seperti pendidikan atau instantsi pemerintahan.