Maaf.
Tampaknya sederhana, namun begitu sulit untuk
kuucapkan.
Maaf.
Untuk semua hal yang pernah terjadi selama ini.
Maaf.
Karena aku telah membuatmu kesal dan jengkel
dengan ulahku.
Aku adalah seorang pecundang yang tak mampu
untuk muncul di dalam terang.
Aku adalah seorang yang menganggumimu dalam
gelapku.
Maaf.
Mungkin, hanya kata ini yang dapat mewakilinya.
Sejuta kata maaf pun, mungkin saja tidak kau
terima.
Satu kalimat maaf dengan segala keindahannya pun
terlalu basi.
Maaf.
Aku telah candu terhadap senyummu yang selalu
kulihat di ujung lorong.
Dalam senyummu itu ada sebuah rasa manis yang
menagihku setiap minggu.
Kau berdiri lalu tersenyum. Aku terhanyut.
Tanpa ada sapa singkat di antara kita. Aku telah
terbang tinggi.
Maaf kan aku.
aku pernah berkenalan denganmu, sebentar.
Masih kah kau ingat? Mungkin, saja sudah kau
lupakan.
Maaf.
Untuk kata terakhirku, aku meminta maaf
kepadamu.
Mungkin, sebaiknya aku akan berjalan
kembali ke depan.
Melupakan senyummu yang membuatku candu.
Aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal dengan
semacam teror seperti ini.
Hanya aku tidak tahu bagaimana cara untuk kenal
denganmu.
Itu saja.
Aku selalu merindukan senyummu yang manis.
Maafkan aku,
Untukmu
gadis di ujung lorong yang membuatku terpesona.
No comments:
Post a Comment