Tuesday, October 7, 2014

Suatu siang.

Mentari begitu terik bersinar.
Hingga membakar kulitmu.
Peluh sekujur tubuh membasahi bajumu.

Langkah kakimu tak berhenti untuk berjalan.
Apakah kamu tidak lelah atau berpikir untuk istirahat?

Kamu terus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
Hingga aku berpikir, kau gila!
Hidup hanya sekali dan kau terus menerus untuk bekerja.
Alasanmu terlalu sederhana dan klasik.
Deadline!

Aku ingin membantumu, menolongmu.
Tapi ku tak dapat.
Selalu saja kau dapat berikan alasan untuk menolak.
Kini, aku hanya menolongmu melalui doa dalam sepi.

Mungkin, para malaikat lelah mencatat namamu dalam doaku.
Tapi, aku takkan lelah untuk mendoakanmu. Selalu.

Matahari dapat saja membakar kulit.
Tetapi, dia tidak dapat menghancurkan semangatmu.
Matahari dapat saja membuat kepalamu pening.
Tetapi, dia tidak dapat membuatmu berhenti.

Kamu pun tahu, perjuanganmu takkan pernah sia-sia.
Lelahmu, keringatmu, perjuanganmu.
Akan berakhir dengan sebuah senyuman diakhirnya.
Berdiri tersenyum bersama dengan keluargamu didepan.

Hingga akhirnya, diakhir namamu akan bertambah sebuah gelar!

Kau adalah bidadari yang tidak mengenal kata lelah.
Kau adalah bidadari yang tangguh.
Kau adalah bidadari.

Teruslah bersamangat dan tersenyum, bidadari!
Siang takkan menghalangimu untuk meraih mimpimu.

Wednesday, October 1, 2014

Maaf, padamu perempuan di ujung lorong

Maaf.
Tampaknya sederhana, namun begitu sulit untuk kuucapkan.
Maaf.
Untuk semua hal yang pernah terjadi selama ini.
Maaf.
Karena aku telah membuatmu kesal dan jengkel dengan ulahku.

Aku adalah seorang pecundang yang tak mampu untuk muncul di dalam terang.
Aku adalah seorang yang menganggumimu dalam gelapku.

Maaf.
Mungkin, hanya kata ini yang dapat mewakilinya.
Sejuta kata maaf pun, mungkin saja tidak kau terima.
Satu kalimat maaf dengan segala keindahannya pun terlalu basi.

Maaf.
Aku telah candu terhadap senyummu yang selalu kulihat di ujung lorong.
Dalam senyummu itu ada sebuah rasa manis yang menagihku setiap minggu.
Kau berdiri lalu tersenyum. Aku terhanyut.
Tanpa ada sapa singkat di antara kita. Aku telah terbang tinggi.

Maaf kan aku.
aku pernah berkenalan denganmu, sebentar.
Masih kah kau ingat? Mungkin, saja sudah kau lupakan.

Maaf.
Untuk kata terakhirku, aku meminta maaf kepadamu.
Mungkin, sebaiknya aku akan berjalan kembali ke depan.
Melupakan senyummu yang membuatku candu.

Aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal dengan semacam teror seperti ini.
Hanya aku tidak tahu bagaimana cara untuk kenal denganmu.
Itu saja.

Aku selalu merindukan senyummu yang manis.

Maafkan aku,
Untukmu gadis di ujung lorong yang membuatku terpesona.