Sunday, December 22, 2013

Pantai dan Laut.



Ini bukan kisah tentang sepakbola atau kisah cinta yang mendayu-dayu, ini adalah secarik kisah yang selama sebulan ini aku alami. Entah ini kebetulan atau seperti apa semesta telah merencanakan sebuah jalan cerita yang aku jalani seperti saling terkait satu dengan yang lainnya. Pertama diawali oleh sebuah acara jurusan makrab yang diselenggarakan di Anyer, lalu berlanjut kepada acara dari fakultasku yaitu Sekolah Parlemen dengan tema keamanan laut Indonesia, hingga akhirnya baru-baru ini aku ikut dalam sebuah penelitian di Pulau Seribu. Semua berkisar pada pantai dan laut.
Pengalaman yang tidak pernah ku rasakan di tempat ku sebelumnya, pengalaman yang lebih banyak aku pelajari di luar kelas dan tidak terpatok pada buku-buku yang menjadi panduan dalam perkuliahanku. Pengalaman yang mengajarkanku tentang kehidupan lainnya di luar sekat kelas, sebuah kehidupan yang memiliki manfaat tidak kalah dengan kehidupan yang dibatasi oleh sekat-sekat kelas.
***
Sebuah acara malam keakraban, memang aku sudah terbiasa dengan acara seperti ini sejak perkuliahanku pertama kalinya, namun acara ini terasa begitu berbeda daripada sebelumnya karena tempatnya. Iya, tempatnya di pantai, bukan di puncak yang malah membuatku bosan dengan suasananya, karena setiap tahun bila ada acara pasti larinya ke puncak lagi, dan puncak lagi.
Pada acara ini aku merasa seperti de javu, karena tepat setahun yang lalu aku datang ke pantai mirip dengan kejadian aku datang pada tahun ini, meski dengan orang yang berbeda dan biaya yang berbeda.
Tahun lalu, aku datang bersama dengan teman-temanku hanya mengandalkan uang seadanya, untuk bermalam pun kami lebih menikmati puas suasana pantai semalaman dengan mengandalkan tikar yang kami sewa dan untuk menaruh tas kami, atau setidaknya bisa tiduran disana saat lelah bermain di pantai. Makan pun kami hanya beli pop-mie untuk dua hari satu malam disana. Saat itu kami benar-benar merasakan terpaan angin malam, melihat bulan dan bintang yang bersinar di atas kepala kami, berlari di tepian pantai dengan deburan ombak yang menerpa kaki-kaki kami, bermain dengan ubur-ubur besar yang terdampar di tepi pantai, dan sibuk menarik tikar kami bila air laut semakin tinggi. Ah, rasanya indah sekali waktu itu. kesananya pun kami naik bis lalu berpindah-pindah angkot untuk menuju tempat tujuan.
Tahun ini, aku datang dengan teman-teman sejurusanku di kampus baruku. Berbeda dari kedatangkan pertamaku yang sangat sederahana dan mengandalkan uang yang pas-pasan atau bermain sepuasnya di pantai. Sekarang, kami menginap di satu penginapan dan makan pun tidak hanya pop mie, melainkan sudah ada menu yang kami persiapkan sebelumnya. Tidur pun tidak beralaskan dengan tikar dan beratapkan langit, tetapi dengan kasur ditemani dengan pendingin ruangan. Berbeda.
Tetapi aku bersama satu temanku, saat ombak sedang besar menerpa karang-karang kami malah pergi berlari ke tepi pantai menikmati terpaan ombak yang menghujam tubuh kami, bukannya takut malah kami tertawa sambil menantikan ombak besar yang sisa-sisanya dapat melalui karang hingga menerpa tubuh kami yang sama-sama kecil ini.
Bahkan paginya setelah sarapan, ketika waktu bebas kami kembali bermain di pantai dan aku bersama dengan para seniorku mencari pantai yang bebas dari karang untuk menikmati berenang puas tanpa takut terkena karang dan lagi-lagi bermain dengan ombak-ombak yang menghujam tubuh kami deras.
Persamaan dari kedatangan ini ialah saat hari pertama, aku datang hampir sama dengan tahun lalu, keadaan kepala botak, lalu baju, celana, bahkan sepatu pun persis seperti tahun lalu aku datang ke pantai ini. haaaah. Aneh.
Tapi, ini adalah perjalanan pertamaku sebelum aku menikmati dua kejadian lagi yang tidak jauh dari tempat ku berdiri dan sejauh pandangan mataku. Pantai dan laut. Di pantai anyer ini, aku berharap untuk dapat kembali lagi atau memahami setidaknya sedikit tentang kelautan di Indonesia, secungkil kecil saja, tidak perlu terlalu banyak karena kelautan bukanlah bidang yang aku pelajari di perkuliahan nantinya secara mendalam.
***
Tidak terlalu jauh waktu yang terbuang setelah acara malam keakraban jurusanku. Kini aku menikmati sebuah pengalaman baru lagi, pengalaman yang belum pernah ku rasakan sebelumnya, dan pengalaman yang membuatku dapat menginjakkan kakiku di rumah yang katanya rumah rakyat itu, lalu aku menyempatkan diri untuk terlelap sebentar di ruang komisi yang dingin dengan kursi mewah yang bagus.
Sebuah acara yang bertemakan tentang keamanan laut Indonesia ini menghantarkan ku kembali pada sebuah ingatan beberapa tahun yang lalu, saat di sebuah lapangan kampus lama ku sedang menyelenggarakan sebuah diskusi terbuka dan yang menjadi pembicaranya saat itu adalah Sudjiwotedjo. Saat itu, dia mengatakan :
“Masa depan Indonesia berada di laut.” – Sudjiwotedjo
Dan saat diberikan materi tentang kelautan pun pemateri mengatakan hal yang tidak terlalu jauh berbeda. Laut, Indonesia merupakan negara kelautan, hampir sebagian besar wilayahnya merupakan laut, namun terlalu sering negara ini lalai dalam laut. Entahlah apa yang menyebabkan hal itu, yang pasti laut menjadi titik lemah negara ini.
Aku lupa kejadiannya dimana saja, dan saat kejadian kapal tenggelam pun yang datang menolong kapal itu merupakan kapal asing, padahal kejadiannya berada di wilayah Indonesia. Apakah kita benar-benar terlalu lemah dalam teknologi? Entah.
Lalu seberapa kuat pasukan laut kita? Tidak terlalu kuat, memang terlalu sulit untuk mengamankan wilayah laut kita yang begitu luas ini dengan kekuatan seadanya. Aku tidak terlalu yakin bila data yang aku dapat tentang jumlah pasukan yang kira-kira satu prajurit itu mengamankan satu pulau. Entahlah, apakah data yang pernah aku baca itu benar atau tidak. Meski semboyan angkatan laut kita, jaya di laut, tetapi pada kenyataannya kita terlalu letoy di laut.
Hari kedua, dimana aku belajar sesungguhnya dari materi yang aku dapati di hari sebelumnya. Belajar mengenai tata cara sidang, belajar mengemukakan pendapat dengan beralaskan sebuah data, dan belajar mengenai bagaimana keriuhan yang terjadi pada saat sidang. Meski ini di isi oleh para mahasiswa dan dalam sekolah parlemen, aku pun dapat mengambil kesimpulan bahwa memang berat dalam sidang-sidang para anggota parlemen yang terhormat, terlalu banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Yang sering mereka lemparkan ialah kepentingan yang mengatasnamakan rakyat, padahal entah rakyat yang mana yang mereka perjuangkan.
Rasanya aku ingin kembali belajar di dalam sekolah parlemen lagi, meski aku tidak memiliki impian untuk menjadi salah satu orang yang duduk untuk mewakili suara-suara rakyat di parlemen, tapi rasanya ada sebuah keinginan untuk dapat belajar lagi disana.
***
Dan yang pengalaman yang terakhir, ketika aku pergi ke pantai dan bermain bersama deburan ombak, ketika aku pergi ke rumah rakyat untuk belajar tentang sekolah parlemen yang memiliki tema tentang keamanan laut, dan ketika itu semesta membawaku ke dalam sebuah penilitian ke beberapa pulau yang berada di utara jakarta.
Sepanjang perjalanan menuju Pulau Pramuka tempat dimana aku dan teman-teman singgah, aku tergelak melihat laut yang dihiasi oleh sampah-sampah yang bahkan membuat kapal yang kami naiki sempat terhenti karena sampah yang menyangkut pada mesin.
Di Pulau Pramuka, pulau ini merupakan pusat administrasi dari kepulauan seribu.
Hari kedua penelitian, kami pergi ke pulau kelapa dimana di pulau itu berada kantor kecamatan seribu utara. Ketika acara FGD atau Forum Group Discussion, aku mendengar pemaparan dari ibu camat dan keluh kesah dari para pemuda yang berasal dari tiga pulau, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, dan Pulau Panggang.
Lalu setelah makan siang, aku dan kelompokku pergi ke Pulau Panggang yang tidak jauh dari Pulau Pramuka. Bila kamu menanyakan bagaimana kondisi Pulau Panggang kepadaku, aku akan menjawabnya, tidak terlalu jauh berbeda dengan Cipinang. Aku tidak terlalu memiliki banyak gambaran yang teringat di benakku untuk mengambarkan kepada kalian, yang jelas saat kapal kami mulai bersandar di dermaga, bau sampah mulai terasa di hidung kami.
Bahkan ketika aku sedang menunggu temanku yang ke toilet puskemas setempat, seorang ibu keluar dari sebuah gang sedang mengendong anaknya dan di tangan satu lagi membawa satu plastik sampah, lalu yang dilakukan ibu itu melemparkan sampahnya ke tumpukkan sampah yang berada di tepi laut. Aku bingung untuk mengatakannya apa karena pulau itu tidak ada pantainya.
Kelompokku berjalan menyusuri jalan setepak untuk mendapatkan sebuah data penelitian, kami mendapatkan seorang ibu yang membuat dan berjualan kerupuk ikan, dan ada seorang ibu yang melewati kami dengan membawa sate ikan tapi tidak sempat kami bertanya kepada ibu ini karena kami sedang mengobrol-obrol dengan ibu penjual kerupuk ikan. Lalu setelah itu, tidak jauh dari tempat kami berdiri, kami bertemu dengan kelompok yang membuat ikan asin. Aku agak aneh ketika melihat ikannya yang berwarna-warna, pada awalnya kami menyangka bahwa ikan itu terkena limbah, tapi ketika aku snorkling keesokkan harinya, aku melihat ikan-ikan yang seperti para nelayan tangkap memang seperti itu.
Pulau Panggang, terlalu padat dengan rumah-rumah dan sampah yang dibiarkan begitu saja. Ketika aku bertemu dengan ketua RT setempat pun, ia sempat mengatakan kepadaku tentang pemberian bantuan yang tidak merata, ia menjelaskan bahwa bila ada pemberian bantuan dari pemerintah biasanya dikuasai oleh orang-orang itu saja dan keluarganya, meski dia ketua RT dia pun tidak mendapatkan peran dalam pendistribusian bantuan.
Pemuda Pulau Panggang pun kalau ingin bermain sepakbola harus pergi ke Pulau Pramuka karena di pulau mereka tidak ada lapangan untuk bermain. Sekolah pun harus menyeberang antar pulau. Ah, mereka berjuang untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan banyak pemuda di Jakarta yang malah menganggap remeh dan bersunggut-sunggut tentang fasilitas sekolah mereka.
***
Ada kegetiran dalam hatiku melihat laut dan orang-orang pulau. Kedua hal ini sering kita kesampingkan, bahkan kita tidak jarang kita menganggap bahwa laut adalah tempat pembuangan, seperti kata-kata, ‘cewek matre ke laut aja.’ Atau banyak hal lagi, mungkin ini adalah ceritaku tentang pengalamanku. Apakah kamu memiliki cerita juga? Bila kamu memilikinya, dapatkah kita berbagi cerita itu?
Aku rindu untuk dapat menginjakkan kakiku ke pasir-pasir yang disapu oleh buliran ombak. Aku rindu untuk dapat kembali ke pulau seribu, bahkan aku memiliki harapan untuk pergi ke pulau lainnya di Indonesia. Bukan hanya untuk berlibur, tetapi melakukan sesuatu bagi mereka.
Mungkin dalam tulisan ini tidak terlalu banyak hal yang menyambung dan membuat  kamu terkantung karena membaca tulisan yang panjang ini. tetapi di penutup ini, marilah kita bermain ke pulau dan laut bukanlah tempat sampah! Laut adalah masa lalu kita dan laut juga masa depan kita.

Sunday, December 15, 2013

Perempuan Tanpa Nama.

Entahlah. Aku lupa sejak kapan tepatnya dan sampai kini pun aku tetap tidak mengetahui siapa perempuan itu. Perempuan yang terkesan biasa-biasa saja untuk sebagian banyak orang, namun begitu mudahnya menyita seluruh perhatianku untuknya. Memiliki tinggi yang tidak jauh terpaut daripadaku, rambutnya yang panjang, agak gemuk, dan yang terpenting yaitu aku selalu suka saat ia tersenyum.

Mungkin, di mulai sejak saat aku bertemu dengan dirinya di dalam gereja, saat dirinya sedang menjadi penerima tamu. Ia melemparkan senyum kepada siapa pun yang masuk ke dalam gereja untuk beribadah dan menyapa mereka sekaligus menyalaminya. Aku pun mendapatkan senyuman itu, memang benar bahagia itu sederhana. Sesederhana kita jatuh cinta pada pandangan pertama dan sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Wednesday, November 20, 2013

Gelap dalam Senja.




Langit sore itu terlihat berbeda dari biasanya, matahari kembali ke peraduannya lebih cepat daripada biasanya. Dan, pandanganku terhenti pada satu perempuan yang baru aku kenal beberapa hari yang lalu, namun aku selalu memperhatikan dirinya sudah lama dalam kesendirianku.

Thursday, November 7, 2013

Secangkir Kopi Senja



Sore ini terasa berbeda, aku terlalu malas untuk ikut nongkrong di selasar kampus bersama dengan teman-temanku. Kuis-kuis yang aku hadapi seharian membuat badanku terasa lelah untuk melakukan aktifitas hari ini, namun aku juga malas untuk langsung meninggalkan kampus di sore hari. Emosi dan energi akan terkuras sia-sia karena kemacetan.

Wednesday, September 11, 2013

Hanya Dapat Berisyarat.


Kucoba semua segala cara...
Kau membelakangiku, kunikmati bayangmu
Itulah saja cara yang bisa
Tuk ku menghayatimu, untuk mencintaimu
DAMN!!!
Aku benci dengan apa yang sedang terjadi pada diriku saaat ini. Aku benci ketika perasaan, harapan, ingatan, dan segalanya seakan mengingatkan aku pada seseorang yang kami pun tidak terlalu mengenal, kami memang saling mengenal, namun cuma sebatas itu tidak ada yang lebih. Bahkan aku seperti sedang dibawa terus jatuh terperosok dalam segala tentang dirinya. Semesta apakah ini yang di sebut dengan cinta? Bila itu cinta, mengapa tidak tampil secara penuh dan nyata dalam hidup ini? mengapa hanya sebatas angan tanpa berani aku ucap atau menyapa dirinya?
Pertemuan pertamaku dengan gadis ini sudah begitu lama terjadi, tapi malangnya setelah pertemuan itu aku tidak pernah bertemu dengan dirinya, bahkan dengan cepatnya aku pun melupakan dirinya. Meski demikian, aku tidak sepenuhnya lepas kontak dengan dirinya, terkadang, iya, kadang aku masih berkomunikasi lewat media sosial. Entah itu facebook atau twitter. Tapi, iya gitu namanya juga kadang jadi tidak terlalu sering dan apa bila sedang terjadi paling hanya obrolan tidak penting yang begitu membasa-basi lalu hilang di tiup oleh angin.
Iya, saat sebuah ibadah aku bertemu dengan dirinya dan saat itu aku terpesona dengan senyumannya yang mampu meruntuhkan hatiku sekejab. Hanya jabatan tangan dan saling berkenalan nama lalu bubar begitu saja, namun bukan aku namanya bila tidak berusaha untuk mencari tahu tentang dirinya, meski hanya dibumbui rasa penasaran yang kecil, setidaknya tidak salah untuk dapat berkomunikasi setelah itu nantinya.
Berusaha untuk mendekatinya? Ah, dulu aku tidak pernah terpikirkan untuk hal itu. aku lebih memilih untuk mencari yang lain saja daripada berusaha untuk mendekatinya waktu itu, lagi pula saat itu aku sedang menjalani sebuah hubungan dengan perempuan lain.
Gadis itu, belakangan mulai menghantui diriku kembali dengan segala kemampuan semesta ciptakan. Mungkin, ini adalah salah ku untuk mengikuti rasa penasaranku terhadap dirinya. Ketika aku mengikuti penasaran itu, aku mulai merasakan ada gejolak yang berbeda yang bukan hanya sekedar mengagumi, tapi ada yang lebih dari itu, cuman masalahnya aku tidak tahu dan tidak dapat mengartikan hal tersebut.
Kesalahanku lainnya ialah; membiarkan dan mendengarkan kata hatiku ketika sedang berusaha untuk mencari nama karakter untuk sebuah karya yang sedang aku kerjakan. Pertamanya dalam karakter itu bernama Rara, namun seiring berjalannya waktu dan mempertimbangkan beberapa hal membuat namanya saat itu hadir. Aneh? Memang. Aku pun baru menyadari bila itu adalah sebuah keanehan tapi nyata.
Untuk menyapanya duluan? Ah, tidak terima kasih. Aku tidak berani untuk melakukan hal demikian. Untuk berkenalan dengan seorang perempuan lain lewat sebuah media sosial pun aku bingung harus bagaimana dan mengumpulkan keberanian terlebih dahulu sebelum memulainya, tapi aku pun pernah berkenalan dengan orang lain kok, itu pun karena kesamaan minat dalam menulis atau pun sesama mendukung klub sepakbola asal London; Arsenal, selebihnya bisa di hitung oleh jari tangan.
***
Sesaat dunia jadi tiada
Hanya diriku yang mengamatimu
Dan dirimu yang jauh disana
Di dalam kabut yang tebal aku mengamati gadis tersebut, mungkin aku semakin menyukai senyuman gadis itu. menantikan dirinya dalam kegelapan, bersembunyi dari cahaya matahari yang membuat silau, aku berusaha untuk memalingkan pikiranku terhadap orang lain atau hal lainnya namun diakhir sebuah kisah tersebut akan kembali pada ingatan tentang dirinya.
Aku hanya mampu memberikan sebuah isyarat atau kode-kode yang mungkin saja dia tidak akan pernah tahu dan mengerti, hingga akhirnya mungkin saja aku akan terjatuh tersungkur menikmati debu tanah menempel di wajahku akibat kelelahan untu terus berusaha bertahan dalam gelap dan menunggu dia untuk mengerti.
Semesta. Aku mau bertanya dengan dirimu, apakah dia pernah membaca sebuah puisi yang khusus aku buat terhadap dirinya? Bila dia pernah membacanya, mengapa ia tidak mengatakan atau mengucapkan terima kasih? Aku memang tidak terlalu berharap, tapi hanya berharap sedikitnya dia dapat mengerti apa yang pernah aku rasa ini.
Beberapa bulan lalu, akhirnya aku dapat bertemu dengan dirinya lagi, tapi saat itu aku merasakan de javu. Aku pernah merasakan pernah berada di waktu tersebut. Lagi, pertemuan itu terjadi di suatu ibadah dan aku bertemu dengan dirinya di akhir ibadah, cuma kali ini sedikit berbeda, perbedaannya ialah, sekarang menanyakan kabarnya lalu habis itu sama seperti pertama bubar. Di pertemuan itu pun, aku sempat dibingungkan dengan seseorang yang sedang tampil di depan, sekilas perempuan yang berada di depan itu ialah dirinya. Tapi keanehan muncul, sebuah jahitan di bajunya bukan nama gadis itu melainkan nama orang lain. Akhirnya aku baru tahu di akhir kalau itu bukan gadis yang aku maksudkan! itu yang di depan yang tadi tampil merupakan adiknya! Benar-benar mirip!
Rasanya, aku ingin sekali saja untuk menghabiskan waktu bersamanya melihat senyumannya sepanjang hari, namun aku pun takut bila aku terlalu membosankan untuk dirinya.
Ah, semesta. Mengapa kau biarkan untuk perasaan itu muncul dan tenggelam tanpa suatu kejelasan? Apa kau sedang mengajarkan kepadaku untuk ikhlas menunggu sesuatu yang tak pasti?
Aku tidak pernah dapat benar-benar mengerti sebuah definisi tentang cinta. Aku terlalu rapuh untuk membuka hatiku lagi, meski aku berusaha untuk membukanya tapi diakhirnya sebuah kesempatan yang kurang beruntung dalam sebuah kisah percintaanku. Dan aku pun terlalu takut bila membuat seorang perempuan kecewa terhadapku, atau menangis karena kesalahan yang aku buat. Aku tidak sanggup untuk melihat seorang perempuan sedang menangis, terlebih lagi bila alasannya menangis itu karena aku. Bila terjadi seperti itu lagi, aku akan bingung sendiri untuk berucap apa dan bagaimana cara menghiburnya.
Hampir setahun lalu aku telah menyelesaikan draft pertama dari sebuah projekku, aku bersyukur saat pengerjaan pertama aku tidak mendapatkan bayangan yang menghantui diriku ketika menulis. Setelah mendapatkan komentar yang kurang memuaskan, aku meninggalkan projekku untuk membuat suatu projek lainnya. Tapi, ketika projek yang lainnya sudah selesai, rasa berhutang untuk menyelesaikan dan membenahi projek pertamaku pun muncul. Aku kembali membaca ulang dan ada sebuah ide baru lagi dalam pembenahannya, sekali lagi aku tidak pernah mengerti maksud rencana semesta. Setiap kali aku menulis cerita tersebut, setiap kali itu juga bayangan gadis itu muncul dalam benakku, bahkan ketika aku berusaha keras menampiknya, semakin keras pula bayangan itu muncul dalam kata demi kata yang ku tulis.
Setelah pertemuan kedua dengan gadis itu, aku kembali dipertemukan dengan dirinya oleh semesta lewat suatu acara pernikahan. Aku... benar-benar kehabisan akal ketika ada suatu waktu yang kembali terjadi lagi, aku pun tidak sanggup untuk berlama-lama melihat dirinya. Aku sungguh disibukkan oleh banyak hal yang memaksaku untuk melewati waktu yang berharga itu. kejadian pertama terulang di kejadian kedua, lalu kejadian kedua terulang di kejadian tiga, demikianlah sebuah pergerakkannya. Di pertemuan ketiga ini, memang hampir sama mengulang kejadian kedua, tapi... kali ini aku cukup beruntung dapat melihat senyumnya yang indah itu lagi dan itu benar-benar menghiburku sekaligus memberikan aku kekuatan yang baru ketika sudah letih menghadapi segala aktifitas seharian.
Dengan balutan dress merah, ia terlihat anggun dan manis. Rasanya aku ingin mengajak dirinya foto bersama, namun tidak mampu ku ucap atau pinta. Tidak berapa lama setelah pertemuan itu, sebuah hal yang paling ku takuti muncul, sebuah akhir dari perjumpaan. Dia pun mengatakan akan meninggalkan gedung itu bersama dengan adik dan teman-temannya.
Memang aku tak mampu untuk berfoto bersama dengan dirinya, tapi sekali lagi semesta membuat sebuah rancangan yang luar biasa. Ketika dia mengatakan akan pulang, lalu aku kembali masuk ke dalam gedung dan berdiri di depan karena dipanggil, disanalah aku bertemu dengan rombongan gadis itu yang sedang menyalami pengantin, daaaaaaaan.... iya, saat itu aku melihat dirinya dan memahami maksudnya untuk di foto melalui kamera yang sedang aku pegang. Aku sedikitnya bisa berbahagia, meski pada akhirnya kembali sedih dengan kecewa kalau foto yang aku ambil itu buram dan tidak fokus, parahnya lagi... aku belum sempat memindahkan memori kamera itu ke komputer sebelum memori kamera tersebut diambil.
***
Ku takkan bisa lindungi hati
Jangan pernah kau tatapkan wajahmu
Bantulah aku semampumu
Aku takut, aku tak mampu. Ku hanya mampu untuk terus bersembunyi di balik kegelapan ini dan mengucapkan namanya di dalam doa-doa yang ku panjatkan. Beberapa hari ini, dirinya seakan menghantuiku. Aku tidak pernah mengerti mengapa wajahnya sering tampil di dalam mimpiku, aku pun tidak pernah mengerti mengapa setiap kali ia berada di mimpi, ketika ku terbangun ada suatu yang berbeda dan membebaniku. Padahal, aku pernah bermimpi di dalam mimpi itu ada perempuan yang aku kenal dan sempat aku kagumi pun tidak sampai terngiang-ngiang dalam ingatanku setelah bangun.
Apakah aku benar-benar jatuh cinta terhadapnya? Aku tidak mengerti. Aku pun merasa bila diriku terlalu lemah untuk mencintai sebatas angan saja, yang hanya mampu dan sanggup ku gapai lewat bayangan demi bayangan. Mengenalnya lebih dari ku kenal sebelumnya saja, tidak mampu untuk ku lakukan.
Aku takut. Aku takut karena gadis ini mengenal salah satu anggota keluargaku, aku takut untuk membuatnya kecewa, dan lebih takut lagi bila ternyata dia sudah memiliki tambatan hati atau pria idaman. Aku hanya mampu mengawasimu tanpa pernah kau tahu, aku pun hanya bisa melihatmu dari kejauhan, dan aku pun sering kecewa sendiri bila linimasa akun twitter dirimu lama tidak berkicau. Setiap hari, aku membiasakan diri untuk melihatnya namun setiap hari pula terkadang tidak ada pergerakkan yang banyak.
Selamanya aku hanya dapat memujamu dan merindukanmu, dan selama itu pula aku hanya menebarkan isyarat demi isyarat yang dapat ku lakukan. Bila memang ini tentang cinta, pasti ia akan menemukan jalannya untuk bersatu, namun bila ia belum mampu menemukannya apakah arti dari sebuah penantian yang tidak terlihat ujungnya?
Apakah aku salah bila hanya ingin melihatmu bahagia dan tersenyum? Atau apakah aku terlalu egois bila ingin aku adalah alasan saat dirimu bahagia dan tersenyum itu? dapatkah aku memiliki atau melihat senyuman yang indah itu? dapatkah aku melihat sepasang bola mata yang indah di balik kacamatamu itu sekali lagi?
Biarlah setiap hangatnya hembusan napas itu terucap namamu di dalamnya. Rasanya aku ingin membuang, membunuh, bahkan ingin menghilangkan sebuah perasaan yang begitu aneh ini di dalam diriku, tapi aku tak mampu untuk melakukannya. Karena kamu begitu dalam menghantuiku.
Aku pun menghabiskan hari ini dengan sebuah lagu yang menjadi alasan dan latar belakang dalam penulisan ini, seandainya bila kau berkenan...
Rasakanlah... isyarat yang sanggup kau rasa, tanpa perlu kau sentuh
Rasakanlah... harapan impian yang hidup hanya sekejap
Rasakanlah... langit, hujan, detak hangat nafasku
Rasakanlah... isyarat yang mampu kau tangkap tanpa perlu kau ucap
Rasakanlah... air, udara, bulan, bintang, angin malam, ruang, waktu, puisi.
Itulah saja cara yang bisa.
Hanya Isyarat ( Drew)

Tentang Seorang Teman - Jude


Ini merupakan kisah seorang teman yang berasal dari Kecubung, suatu nama tempat di sekitaran Bulak. Aku berteman dengan dia sejak kelas sepuluh, dengan gaya yang terlihat keren saat itu ia masuk ke dalam kelas dan duduk di belakang. Sedangkan aku, bersama seseorang yang aku kenal sejak Masa Orientasi Siswa dulu.
Tapi, aku tidak terlalu mengenal dirinya hanya mengetahuinya karena teman sekelas dan selain itu orang tersebut lebih sering tidak ikut dengan anak-anak cowok kalau sedang jam bermain, dia lebih memilih untuk tidur atau mengobrol bersama dengan anak cewek. Bahkan waktu tidurnya pun sering dilakukan saat jam pelajaran sedang berlangsung, yang membuat namanya susah dilupakan oleh setiap guru yang mengajar di kelas, bahkan beberapa guru pun sering membuat becandaan karena kegiatan favoritnya tersebut.

Thursday, September 5, 2013

Cinta, Luka, dan Persahabatan.


Jakarta, 23-05-2013
Hai, buku catatan kecilku.
            Aku sudah lama tidak pernah bercerita lagi kepadamu tentang apa yang terjadi dalam hidupku. Hidupku terasa sepi dan sunyi menjadi teman sejatiku menjalani hari ini, meski aku berada di tempat yang ramai atau sedang bersama dengan teman-temanku, aku tidak tahu mengapa pastinya aku selalu merasa sepi dan kosong dalam diri ini.

Tuesday, September 3, 2013

Dirimu Dalam Kemungkinanku.

Siang itu di saat aku merasakan kebosanan yang begitu luar biasa ketika menjalani perkuliahan di hari itu, aku melangkahkan kakiku yang gontai ke arah perpustakaan kampus. Perpustakaan merupakan pilihan terbaik untuk beristirahat di siang yang terik dan di dalam perpustakaanlah aku dapat tenang tanpa perlu terganggu oleh kebisingan orang banyak.
Aku mencari posisi pojokkan yang tepat berada di bawah AC, menyalakan laptop lalu kembali melanjutkan permainanku di dalam game simulasi. Ketika aku mulai terlarut dan membaur dalam keasyikannya bermain aku jadi melupakan waktu dan keadaan sekitar ku pada saat itu, aku tidak peduli lagi tujuan pertamaku untuk datang ke perpustakaan yaitu untuk tidur siang.

Wednesday, August 21, 2013

Selamat Bertambah Umur!!

Oke. Mungkin tulisan ini sungguh telat gue tulis mau pun gue publish di blog ini karena seharusnya sebuah kado diberikan saat dia hari ulang tahunnya, namun ini sunggu telat dan hampir lebih sebulan dari ulang tahunnya. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan? Atau kalian yang membaca ini akan menganggap diri gue ini tidak bermodal untuk memberikan sebuah kado di saat ulang tahun kepada perempuan ini, ah bila anda berpikiran seperti itu berarti anda salah, karena modal saya adalah tulisan ini.
Gue lupa dengan tanggal pastinya kapan gue bertemu dengan perempuan ini, namun yang terekam di bayang gue ialah pertemuan saat gue sedang menjalani sebuah kepanitiaan di kampus untuk sebuah program kerja akhir kepengurusan. Sebagai mahasiswa baru yang terpilih untuk masuk dalam kepanitiaan adalah suatu hal yang luar biasa dan beruntungnya rasa untuk menambah pengalaman dalam kepanitiaan yang berbeda dari tingkat SMA ke Kuliah menjadi tambahan lainnya.
Gue dalam kepanitiaan tersebut menjadi sie perlengkapan yang akan mengurusi segala perlengkapan untuk sidang hingga menyiapkan tempatnya segala, dan saat itu pula sebuah pertemuan dengan seorang perempuan yang menarik perhatian gue karena entahlah gue pun akan bingung menjelaskan sebuah alasan tertentu yang memberikan sebuah jawaban tertentu untuk hal itu.
Pada pertemuan pertama dan kesekian kalinya hanya menjadi sebuah pertemuan biasa, gue sebagai panitia dan mengisi waktu senggang gue yang teramat banyak itu sehingga gue sering ikut melihat latihan para calon pemimpin sidang yang akan mempimpin sidang akhir tahun dalam kepengurusan sebuah organisasi kemahasiswaan.
Nama perempuan tersebut ialah Tio Uli, perempuan yang menarik dan begitu istimewa untuk banyak orang. Entahlah benar atau tidak tapi menurut gue Iya.
Seperti banyakan anak cowok yang lainnya yang mudah tertarik dengan perempuan dan demikianlah diri gue, untuk soal proses perkenalannya pun gue bingung gimana caranya yang pasti semua mengalir begitu saja. Pada saat dalam kepanitiaan tersebut, gue hanya tertarik biasa dan yang menjadi alasan lainnya adalah gue pun sedang tertarik dengan perempuan lain. Haaaah... jangan salah mengira bahwa gue adalah seorang playboy cap kelas tempe, nope! Tapi gue memang selalu tertarik untuk berkenalan dengan perempuan yang memang menarik perhatian.
Iya, dalam berjalannya hari pun gue tidak terlalu banyak mengenal dirinya paling cuma ngobrol sebentar atau menyemangati dirinya saat sedang latihan atau saat menjelang hari H acara tersebut. Selebihnya? Tidak ada.
Setelah acara itu, tidak ada sama sekali perkembangan yang waaaah. Gue dan Tio pun kalau bertemu cuma di ruang PMK, itu pun karena gue masih sering untuk nongkrong disana. Sampai suatu saat menjadi agak aneh dengan sering nonton bareng, iya ketemu dimana terus nonton film baru di bioskop mana, terus berulang dan tidak ada yang lain lagi. Setelah lumayan sering nonton bareng pun kadang gue dengan senang hati ngebantu dia kalau lagi ada tugas kuliahnya, karena jam kosong yang gue miliki semakin banyak di semester ketiga dan keempat. Huooow!
Dan sampai sekarang pun demikian. Tidak ada sebuah hal yang lebih dari itu semua. Namun, kenapa gue memberikan hadiah ini melalui tulisan ini, karena gue berpikir kalau melalui kado dalam bentuk barang atau lainnya itu terlalu mainstream dan gue berpendapat melalui tulisan itu anti mainstream.
Agak aneh memang bila dibayangkan,tapi tenang jangan membayangkan hal ini dan jangan pernah dicoba atau pun ditiru karena ini adalah sebuah tindakan bodoh yang gue lakukan dengan tingkat kestressan sedang meningkat karena pertanyaan dan ucapan nyokap sama adek gue mengenai kapan buku terbit? Pertamanya bilang bulan Agustus, terus Oktober, sekarang udah setahun engga terbit-terbit! Menulis itu memang agak aneh dan dibutuhkan sebuah komitmen dan sayangnya gue memiliki niat yang besar tidak diikuti dengan komitmen yang besar pula.
Duuuh... kan mulai ngawur!
Oke, selamat ulang tahun Tio Uli yang kedua puluh satu, semoga menjadi garam dan terang di sekitar dan bersinar seperti bintang yang berkilauan di malam yang cerah seperti masa depan lo yang bakal cerah. Daaaaaan, terakhir selamat telah lulus dalam dunia perkuliahannya, cepet banget sih lulusnya padahal gue aja masih lamaaaaaaaa untuk lulusnya.hahaha
Jangan pernah padamkan Roh yang menyala-nyala dalam diri lo! Yang terbaik dari Tuhan yang akan menyertai setiap langkahmu, teman! Sekali lagi dan untuk terakhir dalam tulisan ini,

Selamat bertambah tua dan tetap menjadi muda!

Monday, August 19, 2013

bagian kedua...

Pra-Ospek!!

Setelah menjalani libur yang berkepanjangan gue sampai lupa dengan yang namanya bangun pagi dan ini hari Rabu yang seharusnya dihabiskan untuk berleha-leha di rumah, tapi ini gue harus bangun pagi hanya untuk ke kampus untuk sebuah hal yang entah akan membuat gue akan seperti apa nantinya.
Disuruh datang ke kampus itu jam 7 apa setengah 8 dan dari rumah berangkat jam 6, tapi tunggu dulu itu berangkat dari rumah pun harus nganterin abang gue kerja dan kantornya di sekitaran Tanjung Priok sedangkan kampus gue? Rawamangun! Sepanjang jalan gue hanya bisa lihatin jam dengan sebuah rasa takut untuk telat.
Akhirnya dengan sebuah keajaiban jalan Jakarta yang lenggang membuat gue sampai di kampus pas-pasan menurut jam tangan gue, sedangkan menurut jam para seniornya udah telat meski hanya telat sedikit sih tapi tetap aja. Gue kalap sendiri mencari rombongan jurusan gue baris dimana, beruntungnya ada senior yang membantu gue untuk menemukan rombongan jurusan gue dibariskan.
Gue masuk ke barisan dan duduk di paling belakang, lalu gue merasa ada yang tidak benar dengan barisan yang gue tempati ini, gue menengok ke kanan dan kirinya itu jumlah anak cowoknya banyak, sedangkan barisan gue untuk membuat satu tim bola tanpa cadangan sama sekali aja engga sampai. Itu jumlah anak cowok di angkatan gue, hitungan jari MAAAAAN!!!
Lagi enak duduk dan menyimak apa yang sedang dikatakan senior di depan, tiba-tiba sebelah kanan gue ngajak kenalan dengan senyum yang mencurigakan, orang ini memiliki perawakan mirip kaya pencuri donat yaitu De Gea cuma bedanya calon teman gue ini versi lebih kecilnya.
“Nama gue Geraldy!” ucap Gerald memperkenalkan dirinya dengan menyodorkan tangannya ke arah gue.
“Jona!” balas gue memperkenalkan diri dengan tenang dan pura-pura cuek ketika melihat tangan kirinya yang sedang di gibs.
Ternyata, oh ternyata... bukan gue yang paling akhir dan telat di jurusan gue tetapi ada satu orang lagi yang udah kaya mantan napi atau orang yang terobsesi masuk Akmil tapi engga jadi. Tinggi, agak hitam, dengan rambut yang plontos, di tambah lagi dia memakai jaket loreng. Namanya Marcel, dia memiliki alasan yang kuat kenapa dia telat karena rumahnya di Bogor.
***
Matahari mulai lucu bersinar di atas kami dan tampaknya para senior belum sadar kalau siang itu terik. Mereka belum memberikan kebaikan mereka untuk memindahkan kami yang duduk kepanasan di teriknya matahari, di rombongan gue atau lebih tepatnya orang-orang yang duduk dibelakang itu ngobrol sendiri dan engga merhatiin apa yang diomongin sama senior yang bercuap-cuap tidak jelas di depan.
Akhirnya! Akhirnya! Tuhan memang baik! Akhirnya kami semua dipindahkan ke dalam aula perpustakaan. Harapan gue pertama, seenggaknya di dalam aula ada AC dan dingin. Ternyata, harapan gue hanya menjadi sebuah harapan belaka, dengan jumlah yang begitu banyak membuat AC yang ada di dalam aula tersebut rasanya tidak berguna sama sekali yang membuat beda cuma, tadi duduk di lapangan, sekarang duduk di lantai, tadi duduk beratapkan matahari yang bersinar lucuk, sekarang duduk beratapkan langit-langit, dan panasnya pun sama aja.
Setelah duduk di dalam, rasanya penderitaan dengan jumlah mahasiswanya yang dikit itu belum usai. Untuk menghemat tempat, jadinya barisan jurusan gue yang sudah sedikit ini digabung dengan jurusan Bahasa Perancis yang begitu mendominasi barisan dengan jumlah pasukan cowoknya banyak!
Belum sah rasanya kalau belum menandai tempat dimana gue berpijak, setelah mengetahui tempat duduk dimana, gue langsung kabur ke kamar mandi untuk menandainya. Di kamar mandi gue bertemu dengan dua orang yang absurd dari jurusan yang berbeda dan dengan nama yang sama, mereka sama-sama namanya Yohanes, yang satu jurusan Musik dan yang satu lagi jurusan Rupa. Ketika membuang air kecil di toilet, ada obrolan yang absurd yang aneh dan rumah kami bertiga sama-sama di Bekasi yang membuat sebuah ironi ternyata kami searah. Akhirnya, sebelum keluar dari kamar mandi, janjian untuk pulang bareng.
Kembali lagi ke barisan, sedang ada perkenalan dari berbagai BEM Jurusan, panitia MPA, dan anggota BEM Fakultas. Setiap ada orang yang masuk, selalu berteriak dengan ‘Hidup Mahasiswa!’ , bukan cuma kakak seniornya tapi kalau dosen masuk pun teriak kaya gitu. Dalam benak gue berpikir, jangan-jangan nanti kalau kuliah setiap awal pelajaran ketika dosen yang ngajar masuk harus teriak kaya gitu.
Akhirnya, saat-saat yang ditunggu tiba. Mencari ketua angkatan halusnya, kalau kasarnya sih yang bisa disalahkan dan di minta tanggung jawabnya kalau angkatannya selama MPA engga kompak. Satu per satu jurusan telah saling menunjuk siapa yang mewakili jurusan mereka, ketika sampai di jurusan gue... berubah! Gue menyamar jadi anak Arab dengan masuk ke barisan mereka untuk cari aman dan ternyata yang lain juga melakukan hal yang sama.
Beruntung banget! Mungkin karena kepolosan dia atau engga dengar, dia menjadi korban yang akan dipersembahkan untuk mewakili anak cowok jurusan gue yang sedikit ini. Marcel maju dengan planga-plongo yang tidak tahu apa-apa, udah kaya anak kambing yang mau disembelih!
Semuanya perwakilan sudah maju dan barisan jurusan gue kembali lagi setelah sudah ada yang dikorbankan untuk mewakili jurusan.
Ketika gue melihat ke depan, ternyata manusia absurd yang gue ketemu di kamar mandi tadi maju ke depan dan dia pun sama kaya Marcel jadi korban keganasan teman sejurusannya. Para perwakilan diminta untuk menampilkan sebuah penampilan di depan kami semua, ada yang nyanyi dengan bahasa perancis, ada yang berpuisi, ada yang berlengak-lengok seperti model, dan ada pula yang tampil dengan rap dadakan. Marcel sempat bingung mau nampilin apa awalnya, namun entah kenapa dia malah memilih untuk nge-rap tapi itu menjadi kesalahan dirinya yang membuat gue ketawa puas melihat dia. mungkin, karena dia gugup sampai lupa dengan liriknya berulang-ulang kali.
Yang menjadi ketua angkatan atau disebut abang none itu, Yohanes yang teman gue ketemu di kamar mandi dan mulai dari waktu tersebut mendapatkan panggilan baru yaitu, Parto! Karena kemiripannya kata yang lain, lalu yang menjadi nonenya ialah gue lupa namanya siapa karena dia beda jurusan sama gue dan gue engga pernah kenalan sama dia.
***
Waktunya Ishoma!
“Yeaaaah!! Kembali menghirup udara segar!” teriak gue dalam hati kegirangan.
Menunggu giliran keluar dari dalam ruangan ini pun udah kaya nunggu sembako, lama bener antreannya. Setelah semua buku catatan tentang keperluan yang bakal dipakai untuk ospek udah dimasukkin, gue bersiap-siap untuk keluar dari ruangan yang pengap ini dan bersiap untuk masuk ke ruangan baru yang tidak tahu dimana dan akan seperti apa selanjutnya.
Ketika semuanya telah keluar, yang kristen dikumpulin satu kelompok dan dibawa ke satu ruangan, dan yang lainnya dibawa ke masjid untuk sholat. Gue berjalan bareng sama teman gue Gerald yang menebarkan pesonanya dan dalam perjalanan gue akhirnya penasaran karena apa tangannya di gibs.
“Ger... lo kecelakaan apaan sampai bisa di gibs tangan lo?” tanya gue memperhatikan tangannya.
Daaaaaaan Gerald malah senyum sambil nunjuk ke arah tangannya tersebut. “Oh, ini karea gue jatuh dari motor pas masukin motor gue ke dalam rumah.” Jawabnya bersemangat saat itu.
Demi menjaga perasaannya, gue hanya tersenyum ketika mendengar tersebut, padahal dalam hati ketawa membayangkan tersebut.
Sampai ruangan, lagi-lagi gue ketemu sama orang yang absrud tadi dan ini bukan cuma dua tapi ternyata jurusannya makin absurd dan makin gila tingkahnya. Di dalam ruangan tersebut, kami hanya saling berkenalan satu sama lain sambil menyantap bekal siang bila bawa. Gue adalah seorang yang malas untuk membawa bekal dan beruntungnya gue kenal dengan Gerald yang bawa roti banyak jadi gue bisa dapat makanan dari dia.
Di dalam ruangan ini, setidaknya ada beberapa hal yang gue dapatkan, mencari mahasiswi kristen yang cakep yang mana aja dan gue menemukan satu yaitu anak tari. Akhirnya perpisahan itu pun tiba dan kami dikembalikan ke senior kami masing untuk dibawa ke tempat selanjutnya yang sudah terpisah sesuai dengan jurusan masing-masing.
***
Kegiatan senang-senang pun mendadak hilang ketika kembali dan kegiatan catat mencatat pun kembali lagi. Mencatat keperluan untuk ospek jurusan dan yel-yelnya, tidak sampai disana ke kampretan yang paling jelas adalah yel-yelnya pakai bahasa Jerman. GUE SAMA SEKALI ENGGA NGERTI NGUCAPNYA!
Setelah nyatet, ada sedikit istirahat dengan bersenang-senang sambil kenalan dengan sesama Maba dan Seniornya dengan bermain lempar bola. Sedikit. Hanya memberikan sedikit ketenangan saja. Habis main-mainnya selesai, hal buruk terjadi. Langit saat itu berubah menjadi mendung dengan kicauan gagak yang mengiringinya, pasukan yang memiliki wajah yang menurut gue bukan beda satu tahun tapi lebiiiih maju ke depan dan memperkenalkan diri mereka adalah Seksi Disipilin yang berguna untuk mendisiplinkan para Maba yang bandel dan atribut tidak lengkap.
Gertakan mereka dimulai dari mencari orang-orang yang telat masuk dan gue masuk dalam golongan ini, namun beruntungnya gue mendapatkan bantuan dari senior lainnya yang memang bareng gue. tapi itu tidak cukup, tetap aja kena hukuman gue. lalu setelah yang telat, mereka mengincar pakaian dan sepatu. Hingga akhirnya banyak yang kena hukuman dari mereka dan dikumpulkan pada saat ospek jurusan.
Tidak cukup penderitaan di pra-ospek ini, mereka membuat penderitaan ini seperti lengkap dengan terus latihan yel-yelnya biar kompak katanya. Sampai akhirnya jam lima yang membuat mereka menyerah sendiri karena disuruh panitia yang lainnya harus dipulangin karena udah kesorean.

Ini baru Pra, gimana merasakan ospeknya yang beneran dengan atribut yang bikin males gini?

Je-Be-Je

Perkenalkan nama gue, Jona calon mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta. Sebagai seorang calon mahasiswa baru yang baik dan terpesona dengan segala keindahan cerita kuliah di FTV yang begitu menjerumuskan orang dengan keindahannya, dimana kuliah bisa seenak jidatnya untuk masuk dan keluar kelas, bahkan sampai bisa pacaran di dalam kelas. Dipikiran gue saat itu, enak juga ya jadi anak kuliahan, bisa bebas!
Beberapa hari setelah pengumuman tentang penerimaan mahasiswa baru yang akhirnya membuat nama gue pertama kalinya masuk ke dalam koran! Akhirnya sujud syukur! Gue sebagai seorang yang buta dengan tentang kampus dan paling males kalau berangkat sendiri untuk ngurus hal itu, dengan sangat baiknya seorang cowok yang sudah memiliki KTP mengurus segala keperluannya bersama dengan keluarga lengkap mendampinginya!
Hari pertama lapor diri, ambil berkas dari bagian administrasi universitas dan ibu-ibu yang berada dalam gedung setelah memberikan satu map menyuruh gue untuk ke senior yang sesuai fakultas untuk lapor diri ke Fakultas dan Jurusan. Tanpa pikir panjang gue percaya dengan apa yang dikatakan oleh ibu-ibu itu, sebelum gue sempat menghampiri para senior itu ternyata mereka sudah berdiri di samping gue dengan senyum yang menyeramkan untuk gue.
“Dari jurusan mana? Coba di data dulu, Dek!” Ucap senior dengan segala kehangatan ketika menerima seorang mahasiswa baru.
Gue hanya cengar-cengir dan menulis data yang di minta dalam selembar kertas kakak senior itu, sebelumnya gue perhatiin dari deretan nama yang sudah lapor diri itu... gila yang sejurusan sama gue dikit! Kampret!
Setelah nulis data, gue dibawa ke suatu tempat oleh senior itu dengan alasan ada wawancara. Cuaca saat itu lagi mendung cantik dan gue dibawa kemana pun enggak dikasih tahu sama seniornya, untung senior yang bawa gue cewek dan ada dua orang cewek mahasiswa baru lagi yang perginya bareng gue. dari salah satu mahasiswa baru itu, ada satu muka yang farmiliar buat gue tapi gue dan dia sama-sama enggak pernah saling kenal, jadi ya udah daripada ambil pusing dan dibilang sok gimana jadinya gue pun pura-pura kalau enggak kenal juga.
Tempat pertama. Ruang sempit nan mungil nan kecil dengan cat berwarna pink!
“Selamat datang ke ruang BEM Fakultas Bahasa dan Seni, maaf ya kalau ruangannya berantakkan!” sambut kakak senior perempuan dengan senyum-senyum yang akhirnya pun gue dan dua orang tadi membalas senyumnya.
“Kalian isi formulir ini dulu ya buat di data. Sebelum masuk wawancaranya!” Lanjut kakak perempuan ini sambil menyerahkan formulir dan selembar kertas yang di cap sebagai bukti bila sudah mengikuti wawancara di BEM Fakultas.
Sebenarnya gue pengen bilang tadikan udah nulis data tapi berhubung gue calon junior yang baik, jadinya gue nurut aja sama permintaan dari calon senior. Setelah menulis data, kami bertiga pun di pencar dalam wawancaranya, berhubung karena mereka sejurusan dan sama-sama cewek jadi dengan alasan itu mereka di wawancaranya barengan, sedangkan gue sendiri sama senior yang kelihatan asyik. Dari yang gue lihat seharusnya banyak pertanyaan di kertas itu, gue cuma di tanya tiga atau empat pertanyaan setelah itu selesai, padahal teman yang barena sama gue tadi belum kelar.
Oleh senior gue yang ternyata anak jurusan Bahasa Inggris tadi, gue di bawa ke tempat kedua.
Tempat kedua. Ruang yang agak kegedean nan berantakan.
“Permisi, ini ada mahasiswa baru jurusan Bahasa Jerman...” kata senior yang membawa gue tadi ke orang-orang yang berada di dalam ruangan itu dan langsung pergi meninggalkan gue yang masih dengan kepolosan mengamati ruangan itu.
Awalnya gue berpikir kalau, para senior itu menyeramkan dan galak-galak ternyata ketika gue bertatapan langsung. Biasa aja.
“Halo... silahkan mengisi data ini dan kalau ada yang enggak ngerti tanya aja ya,” seorang senior cowok dengan senyum menyerahkan kertas yang lumayan tebal dari sebelumnya.
Ini gue mau kuliah atau ngapain sih, kayaknya dari tadi nulis data mulu! Rutuk gue dalam hati.
Sambil mengisi data dan pertanyaan wawancara yang tersedia di kertas itu, gue pun ikutan nguping pembicaraan gosip para perempuan. Mulai dari kejengkelan mereka dengan dosen dan curhat mereka tentang perkuliahan, hingga akhirnya seorang perempuan yang bernama Maya bertanya kepada gue yang masih asyik ngisi.
“Lo kenapa pilih Bahasa Jerman?” tanya Maya dengan cukup bersahabat sambil mengamati tulisan gue.
“Karena peluangnya gede,” jawab gue singkat dan tenang.
“Awalnya, di SMA udah belajar Bahasa Jerman?”
Gue menggeleng lemah dan menatap bingung Maya yang malah melanjutkan obrolannya dengan teman-temannya lagi.
“Ini ka, terus kemana lagi?” tanya gue bingung memberikan kertas yang sudah gue isi dengan asal-asalan dan mempertimbangkan keamanan dari setiap jawaban yang gue berikan itu.
“Ini yang non, wawancaranya dimana?” Maya terlihat bingung sendiri untuk menjawab dan teman-temannya yang lain pun pada enggak tahu, “Yaudah deh, kalau gitu selesai aja, nanti kita kabarin lagi ya, Danke!”
Akhirnya selesai juga hari pertama yang cukup aneh ini, besok gue kembali lagi untuk mengurus yang belum selesai hari ini.
***
Hari kedua.
Hujan masih setia menguyur kota Jakarta dan berhubung karena hujan akhirnya kembali datang ke kampus bersama keluarga, lengkap!
Kembali menghampiri loket tempat kemarin dan menyerahkan bukti pembayaran beserta dengan data pribadi, setelah itu disuruh untuk tes kesehatan mulai dari rontgen sampai tes buta warna.
Sambil antre, mata pun berkeliaran untuk melihat cewek yang cakep dan dari semua yang terlihat mereka bersama dengan seorang cowok yang setia menemaninya dan kalau pun ada paling banter bareng sama bokap atau nyokap di sampingnya. Akhirnya gue mengurungkan niat gue untuk ajak kenalan dan menunggu dengan segala kebosanan yang hinggap dalam diri gue.
Akhirnya semua kegiatan hari ini pun berlalu, sebuah berkas yang diminta akhir komplit dan secara sah sudah beralih status dari siswa menjadi mahasiswa. Menempuh satu jenjang kehidupan yang lebih terlihat menyenangkan dan santai, kelihatannya.

Dan dua minggu lagi baru akan kembali ke kampus ini untuk pembekalan ospek. Tunggu! Ospek? Hal yang membosankan dan menyeramkan itu harus gue jalani, entah apa yang akan terjadi pada hidup gue nanti. Boleh di skip enggak ospeknya?

Saturday, July 6, 2013

move on!


Aku melihat dirinya yang sedang diam duduk dipojokkan sambil membaca buku tanpa mempedulikan sesorang yang berada di sekitarnya.
Perempuan itu larut dalam bayangannya sendiri, sosok yang terlihat unik dengan wajah yang pucat, rambut panjang hitam, kulit putih bersih, kurus, dan kacamata besar yang ia kenakan. Jarang aku melihat seorang perempuan dengan memakai kacamata besar di jaman sekarang, ketika banyak yang lebih memilih untuk memakai lensa kotak, tetapi dia tidak.
Aku melanjutkan tulisan aku di depan laptop, sambil sesekali mengamati perempuan yang berada tidak jauh dari tempat aku duduk. Ada sesuatu yang menarik perhatianku untuk mengamatinya, dan perhatian yang menarik itu membuat rasa penasaran untuk berkenalan dengan dirinya.
Buku-buku yang berantakan di atas mejanya, sekotak es krim cokelat, dan kentang goreng menjadi temannya.
Aku melangkahkan kakiku mendekati dirinya dengan keberanian dan nekat untuk mengenal dirinya.
"Suka baca?" tanyaku langsung membuka pembicaraan.
Ia tersenyum memandang diriku, "Iya, kenapa?"
"Sama sih, kalau suka baca, apa suka nulis juga?" aku melanjutkan pertanyaanku mencoba mengenal dirinya melalui sisi yang berbeda.
"Hehehe... kalau nulis, engga terlalu suka, memangnya kenapa?"
Dia menjawab dengan senyum yang mengembang di wajahnya, meski ada keraguan pada dirinya ketika gue datang untuk bertanya kepada dirinya hal-hal yang tidak terlalu penting bagi dirinya, tapi dia tetap berusaha untuk menyambut gue dengan ramah.
"Boleh gue pindah kesini untuk ngobrol-ngobrol sama lo sekalian kenalan?"