Tuesday, September 3, 2013

Dirimu Dalam Kemungkinanku.

Siang itu di saat aku merasakan kebosanan yang begitu luar biasa ketika menjalani perkuliahan di hari itu, aku melangkahkan kakiku yang gontai ke arah perpustakaan kampus. Perpustakaan merupakan pilihan terbaik untuk beristirahat di siang yang terik dan di dalam perpustakaanlah aku dapat tenang tanpa perlu terganggu oleh kebisingan orang banyak.
Aku mencari posisi pojokkan yang tepat berada di bawah AC, menyalakan laptop lalu kembali melanjutkan permainanku di dalam game simulasi. Ketika aku mulai terlarut dan membaur dalam keasyikannya bermain aku jadi melupakan waktu dan keadaan sekitar ku pada saat itu, aku tidak peduli lagi tujuan pertamaku untuk datang ke perpustakaan yaitu untuk tidur siang.

Lama-lama rasa bosan bermain laptop itu melanda dalam diri, rasa jenuh yang mulai memuncak membuatku menguap berkali-kali dan aku menaikkan wajahku mencoba mencari sesuatu yang lebih menarik dari layar laptop. Pandanganku terpatri oleh seorang gadis berkaca mata yang bersembunyi di balik buku-buku yang tebal yang dengan seriusnya membaca lalu menyalin di kertas miliknya, entah apa yang membuatku terpaku melihat wajah manis gadis manis yang berada di seberangku dan hanya terpisah oleh dua meja.
Aku tersenyum sendiri dengan isi otakku dipenuhi oleh daya imajinasiku yang begitu tinggi membayangkan sesuatu yang mungkin saja tidak terjadi, dalam hati ini memujanya dan menganggumi dirinya dalam kejauhan, meski rasanya ingin untuk berdiri dan mendekati dia tapi rasanya itu sesuatu yang tidak mungkin aku lakukan. Tidak berani, aku tidak berani untuk melakukan hal tersebut, aku terlalu lemah untuk dapat berkenalan dengan seorang gadis yang terlihat begitu sempurna seperti bidadari yang turun dari khayangan tersebut.
Kembali tertunduk menahan segala keinginanku sebelumnya, lalu aku melanjutkan kembali permainan ku yang tertunda karena melihat gadis manis tadi. Aneh yang aku rasakan dari dalam hati yang begitu kencang untuk berdetak saat itu, perasaanku pun semakin tak menentu yang membuat aku tidak fokus untuk bermain. Aku mendongkakkan wajahku kembali sambil mencuri-curi kesempatan untuk memandang gadis manis tadi, namun bukan gadis manis yang aku dapatkan hanyalah kekecewaan karena gadis manis tersebut sudah tidak berada di tempat sebelumnya yang aku dapatkan. Mataku menyapu seluruh ruangan dengan harapan dapat melihatnya atau mengetahui keberadaannya dimana saja sudah cukup untuk ku, tapi tetap aku tidak dapat menemui gadis manis tersebut.
Aku melihat ke arah jam tangan yang aku pakai dan tersadar bila sebentar lagi ada jam kuliah terakhir di hari itu, dengan terburu-buru aku mematikan laptopku lalu pergi berlari meninggalkan tempat tersebut untuk mengejar jam kuliahku yang sudah mepet.
***
“Ah!! Sorry!! Sorry!! Gue buru-buru soalnya! Maaf!” ucapku sambil membantu merapikan buku-buku yang terjatuh akibat gue menabrak seseorang yang berdiri di depan pintu perpustakaan.
“Gue benar-benar engga sengaja dan gue juga salah karena lari buru-buru  tapi meleng,” lanjut gue lagi dengan perasaan bersalah.
“Udah gapapa, gue juga salah kok karena gue diri di depan pintu.” Jawab seorang  perempuan dengan nada yang halus dan tenang.
Suara itu... suara itu benar-benar seperti suara sungai yang mengalir begitu tenang memberikan keteduhan. Imajinasiku kembali bermain lagi di saat genting seperti itu, membuatku tidak sadar bila yang aku pegang bukan lagi buku miliknya tapi aku memegang tangannya.
“Ehem! Kayaknya itu tangan gue deh, bukan buku yang lo pegang lagi!” ucapnya dengan ketus menyadarkan ku dari sebuah lamunanku.
“Hehehe... maaf,” balasku singkat cengengesan sambil mengaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal sama sekali dan menatap matanya.
‘Taarr!! Mati gue!’ ucap ku dalam hati ketika menatap mata gadis tersebut, kami berdua terdiam saling pandang satu dengan yang lain tapi mengucap sepatah kata pun.
“Lo itu bukannya yang tadi di atas kan? Dan yang natapin gue mulu itu kan?” tanya gadis itu tanpa basa-basi langsung pada intinya yang membuat jantung ini seperti berhenti berdetak sementara mendengar pertanyaan tersebut.
Lidahku benar-benar tidak bersahabat di saat darurat seperti ini, kelu tak mau untuk digerakkan. Aku hanya dapat meneguk air ludahku sendiri dan memaksa untuk dapat tersenyum. Benar-benar aku kehabisan kata untuk memberikan sebuah alasan atau jawaban, apa pun yang aku pikirkan dalam otak langsung menguap begitu saja seketika tanpa jejak.
“Kenapa? jadi cowok kok kecut banget sih? Baru kaya gini aja udah salah tingkah, cemen!” kata gadis itu dengan begitu tenang dan juga provokatif sambil membenarkan poninya yang berantakan.
“Hahaha... bukan gitu, cuman... gue bingung aja, kok lo bisa nanya kaya gitu? Emang ketahuan?” ucapku terbata-bata dan aku begitu kaku dihadapannya.
“Lo pikir? Pasti habis ini lo mau ngajak gue kenalan kan?” aku dibuat tidak berkutik mendengarnya, gadis ini seperti bisa membaca pikiranku. “Udah engga usah dipikirin, woles aja! Nama gue Priskila!” lanjut gadis itu memperkenalkan dirinya.
“Wah hebat! Lo bisa baca pikiran ya? eh, tapi gue udah mau ada kelas ini, kalau mau nanti sore jam empat atau setengah lima kita ketemu lagi disini aja gimana?” tanyaku terburu-buru lalu meninggalkan dirinya tanpa mendengar apa yang dijawab oleh Priskila.
Aku berlari kembali menuju ruangan kelas yang beruntungnya tidak terlalu jauh dari gedung perpustakaan. Dalam setiap langkah kakiku ada satu harapan bahwa Priskila menyetujuinya dan aku akan bertemu dengan dirinya lagi nanti sore.
***
 Di dalam kelas aku benar-benar tidak fokus terhadap materi yang disampaikan oleh dosenku, selain faktor jam kuliah yang berada di jam rawan ngantuk, faktor lainnya ialah bayang-bayang wajah Priskila yang seperti menghantuiku. Seberapa besar usahaku untuk menampik dan fokus terhadap materi, sebegitu besar pun bayangan gadis itu muncul di benak.
Senyumnya yang dihiasi satu lesung pipit di pipinya, matanya yang dibingkai dengan kacamata berbingkai biru, rambut pirangnya yang di ikat, dan aroma tubuhnya yang tidak terlalu menyengat seperti parfum perempuan lain yang begitu pekat aromanya. Penampilannya yang terlihat sporty namun masih ada balutan sisi feminin, ah... kali ini aku benar terlarut dalam bayangan khayalku tentang dirinya.
Aku benar-benar tidak sabar untuk bertemu menunggu hingga waktunya dapat bertemu. Detik berganti menjadi menit, menit berganti jam, waktu yang berputar tersebut mulai mendekati akhir dari pertemuan kelas kali ini. aku hanya ingin pulang, eh maksudnya keluar dari dalam kelas ini tanpa berlama-lama lalu berlari ke tempat janjian untuk bertemu gadis manis.
Akhirnya selesai dan waktu yang aku nantikan pun datang juga! Setelah dosenku keluar dari dalam kelas, aku langsung berlari dengan berharap bila gadis tersebut berada disana berdiri menunggu kedatangan ku.
Langit Jakarta sore ini indah dengan angin sepoy yang berhembus membuat terasa sejuk berbeda dengan cuaca siang tadi. Aku berdiri dari kejauhan mengamati tempat dimana kami janjian, dari tempat aku berdiri aku tak dapat menemukan keberadaan Priskila yang membuatku takut bila aku yang terlambat datang sehingga dia sudah pergi. Melangkahkan kakiku mendekati gedung perpustakaan dengan pelan sambil mengamati sekelilingku dengan suatu harapan bila dirinya tidak jauh dari sana, meski harapan itu kecil tapi aku tetap berusaha menjaga harapan yang kecil tersebut.
Aku menunggu dan terus menunggu, meski lelah dalam menunggu aku berusaha mengumpulkan keyakinanku bila Priskila akan datang, atau aku yang terlalu kegeeran untuk menunggunya disini padahal dia memang dari awal sudah menolaknya? Aku tidak tahu pasti. Aku duduk di selasaran samping pintu perpustakaan dengan terus mengamati setiap orang yang berlalu.
‘Semesta, gadis manis itu bernama Priskila dan apakah mungkin dia akan datang sebentar lagi? Apakah kau akan mengabulkan harapanku ini semesta?’ tanyaku dalam hati frustasi menunggu dalam lelah.
Sudah hampir setengah jam aku menunggu dalam sebuah kekalutan dan ketidakpastian yang jelas. Aku benar-benar bingung, tidak dapat menghubunginya dan aku benar-benar terlalu bodoh karena melupakan hal yang paling mendasar! Aku hanya memintanya untuk bertemu di tempat ini dan bukannya meminta nomor handphonenya! Aku merutuki kebodohanku sendiri di sore itu sambil mengetok-getok kepalaku sendiri.
Mungkin, aku terlalu cemen untuk dapat berkenalan dengan seorang perempuan.
Mungkin, aku terlalu takut untuk berhadapan dengan perempuan cantik sepertimu.
Mungkin, aku tidak seperti pria lainnya yang begitu mudah untuk berkenalan dengan perempuan.
Mungkin, aku perlu untuk belajar terlebih dahulu untuk dapat mengucapkan kalimat demi kalimat dihadapanmu.
Mungkin, di dalam gelap aku berani untuk memujamu.
Langit sore itu sudah didominasi oleh warna oren yang menghiasinya dan terlihat begitu cantik, hanya langit yang menjadi sedikitnya pelipur laraku di hari ini. Akhirnya, aku menyerah dalam penantianku menunggu kehadiran Priskila di sore itu. Menyerah dalam ketidakpastian, menyerah dalam lelahku yang tak kunjung menampakkan sebuah tanda.

Mungin, aku hanya dapat menyimpan wajahnya di dalam benak dan kenangannya tanpa harus terlalu berharap untuk dapat bertemu dengan dirinya lagi di suatu saat. Kalau pun dapat bertemu dengan dirinya nanti, takkan ku ulangi kebodohanku di hari ini. Ini janji ku!

No comments:

Post a Comment