Siang itu di
saat aku merasakan kebosanan yang begitu luar biasa ketika menjalani
perkuliahan di hari itu, aku melangkahkan kakiku yang gontai ke arah
perpustakaan kampus. Perpustakaan merupakan pilihan terbaik untuk beristirahat
di siang yang terik dan di dalam perpustakaanlah aku dapat tenang tanpa perlu
terganggu oleh kebisingan orang banyak.
Aku mencari
posisi pojokkan yang tepat berada di bawah AC, menyalakan laptop lalu kembali
melanjutkan permainanku di dalam game simulasi. Ketika aku mulai terlarut dan
membaur dalam keasyikannya bermain aku jadi melupakan waktu dan keadaan sekitar
ku pada saat itu, aku tidak peduli lagi tujuan pertamaku untuk datang ke
perpustakaan yaitu untuk tidur siang.
Lama-lama rasa
bosan bermain laptop itu melanda dalam diri, rasa jenuh yang mulai memuncak
membuatku menguap berkali-kali dan aku menaikkan wajahku mencoba mencari
sesuatu yang lebih menarik dari layar laptop. Pandanganku terpatri oleh seorang
gadis berkaca mata yang bersembunyi di balik buku-buku yang tebal yang dengan
seriusnya membaca lalu menyalin di kertas miliknya, entah apa yang membuatku
terpaku melihat wajah manis gadis manis yang berada di seberangku dan hanya
terpisah oleh dua meja.
Aku tersenyum
sendiri dengan isi otakku dipenuhi oleh daya imajinasiku yang begitu tinggi
membayangkan sesuatu yang mungkin saja tidak terjadi, dalam hati ini memujanya
dan menganggumi dirinya dalam kejauhan, meski rasanya ingin untuk berdiri dan
mendekati dia tapi rasanya itu sesuatu yang tidak mungkin aku lakukan. Tidak
berani, aku tidak berani untuk melakukan hal tersebut, aku terlalu lemah untuk
dapat berkenalan dengan seorang gadis yang terlihat begitu sempurna seperti
bidadari yang turun dari khayangan tersebut.
Kembali
tertunduk menahan segala keinginanku sebelumnya, lalu aku melanjutkan kembali
permainan ku yang tertunda karena melihat gadis manis tadi. Aneh yang aku
rasakan dari dalam hati yang begitu kencang untuk berdetak saat itu, perasaanku
pun semakin tak menentu yang membuat aku tidak fokus untuk bermain. Aku
mendongkakkan wajahku kembali sambil mencuri-curi kesempatan untuk memandang
gadis manis tadi, namun bukan gadis manis yang aku dapatkan hanyalah kekecewaan
karena gadis manis tersebut sudah tidak berada di tempat sebelumnya yang aku dapatkan.
Mataku menyapu seluruh ruangan dengan harapan dapat melihatnya atau mengetahui
keberadaannya dimana saja sudah cukup untuk ku, tapi tetap aku tidak dapat
menemui gadis manis tersebut.
Aku melihat ke
arah jam tangan yang aku pakai dan tersadar bila sebentar lagi ada jam kuliah
terakhir di hari itu, dengan terburu-buru aku mematikan laptopku lalu pergi
berlari meninggalkan tempat tersebut untuk mengejar jam kuliahku yang sudah
mepet.
***
“Ah!! Sorry!!
Sorry!! Gue buru-buru soalnya! Maaf!” ucapku sambil membantu merapikan
buku-buku yang terjatuh akibat gue menabrak seseorang yang berdiri di depan
pintu perpustakaan.
“Gue benar-benar
engga sengaja dan gue juga salah karena lari buru-buru tapi meleng,” lanjut gue lagi dengan perasaan
bersalah.
“Udah gapapa,
gue juga salah kok karena gue diri di depan pintu.” Jawab seorang perempuan dengan nada yang halus dan tenang.
Suara itu...
suara itu benar-benar seperti suara sungai yang mengalir begitu tenang
memberikan keteduhan. Imajinasiku kembali bermain lagi di saat genting seperti
itu, membuatku tidak sadar bila yang aku pegang bukan lagi buku miliknya tapi
aku memegang tangannya.
“Ehem! Kayaknya
itu tangan gue deh, bukan buku yang lo pegang lagi!” ucapnya dengan ketus
menyadarkan ku dari sebuah lamunanku.
“Hehehe...
maaf,” balasku singkat cengengesan sambil mengaruk-garuk kepala yang sebenarnya
tidak gatal sama sekali dan menatap matanya.
‘Taarr!!
Mati gue!’ ucap ku dalam hati ketika menatap mata
gadis tersebut, kami berdua terdiam saling pandang satu dengan yang lain tapi
mengucap sepatah kata pun.
“Lo itu bukannya
yang tadi di atas kan? Dan yang natapin gue mulu itu kan?” tanya gadis itu
tanpa basa-basi langsung pada intinya yang membuat jantung ini seperti berhenti
berdetak sementara mendengar pertanyaan tersebut.
Lidahku
benar-benar tidak bersahabat di saat darurat seperti ini, kelu tak mau untuk
digerakkan. Aku hanya dapat meneguk air ludahku sendiri dan memaksa untuk dapat
tersenyum. Benar-benar aku kehabisan kata untuk memberikan sebuah alasan atau
jawaban, apa pun yang aku pikirkan dalam otak langsung menguap begitu saja
seketika tanpa jejak.
“Kenapa? jadi
cowok kok kecut banget sih? Baru kaya gini aja udah salah tingkah, cemen!” kata
gadis itu dengan begitu tenang dan juga provokatif sambil membenarkan poninya
yang berantakan.
“Hahaha... bukan
gitu, cuman... gue bingung aja, kok lo bisa nanya kaya gitu? Emang ketahuan?”
ucapku terbata-bata dan aku begitu kaku dihadapannya.
“Lo pikir? Pasti
habis ini lo mau ngajak gue kenalan kan?” aku dibuat tidak berkutik
mendengarnya, gadis ini seperti bisa membaca pikiranku. “Udah engga usah
dipikirin, woles aja! Nama gue Priskila!” lanjut gadis itu memperkenalkan
dirinya.
“Wah hebat! Lo
bisa baca pikiran ya? eh, tapi gue udah mau ada kelas ini, kalau mau nanti sore
jam empat atau setengah lima kita ketemu lagi disini aja gimana?” tanyaku
terburu-buru lalu meninggalkan dirinya tanpa mendengar apa yang dijawab oleh
Priskila.
Aku berlari
kembali menuju ruangan kelas yang beruntungnya tidak terlalu jauh dari gedung
perpustakaan. Dalam setiap langkah kakiku ada satu harapan bahwa Priskila
menyetujuinya dan aku akan bertemu dengan dirinya lagi nanti sore.
***
Di dalam kelas aku benar-benar tidak fokus
terhadap materi yang disampaikan oleh dosenku, selain faktor jam kuliah yang
berada di jam rawan ngantuk, faktor lainnya ialah bayang-bayang wajah Priskila
yang seperti menghantuiku. Seberapa besar usahaku untuk menampik dan fokus
terhadap materi, sebegitu besar pun bayangan gadis itu muncul di benak.
Senyumnya yang
dihiasi satu lesung pipit di pipinya, matanya yang dibingkai dengan kacamata
berbingkai biru, rambut pirangnya yang di ikat, dan aroma tubuhnya yang tidak
terlalu menyengat seperti parfum perempuan lain yang begitu pekat aromanya. Penampilannya
yang terlihat sporty namun masih ada
balutan sisi feminin, ah... kali ini aku benar terlarut dalam bayangan khayalku
tentang dirinya.
Aku benar-benar
tidak sabar untuk bertemu menunggu hingga waktunya dapat bertemu. Detik
berganti menjadi menit, menit berganti jam, waktu yang berputar tersebut mulai
mendekati akhir dari pertemuan kelas kali ini. aku hanya ingin pulang, eh
maksudnya keluar dari dalam kelas ini tanpa berlama-lama lalu berlari ke tempat
janjian untuk bertemu gadis manis.
Akhirnya selesai
dan waktu yang aku nantikan pun datang juga! Setelah dosenku keluar dari dalam
kelas, aku langsung berlari dengan berharap bila gadis tersebut berada disana
berdiri menunggu kedatangan ku.
Langit Jakarta
sore ini indah dengan angin sepoy yang berhembus membuat terasa sejuk berbeda dengan
cuaca siang tadi. Aku berdiri dari kejauhan mengamati tempat dimana kami
janjian, dari tempat aku berdiri aku tak dapat menemukan keberadaan Priskila
yang membuatku takut bila aku yang terlambat datang sehingga dia sudah pergi.
Melangkahkan kakiku mendekati gedung perpustakaan dengan pelan sambil mengamati
sekelilingku dengan suatu harapan bila dirinya tidak jauh dari sana, meski
harapan itu kecil tapi aku tetap berusaha menjaga harapan yang kecil tersebut.
Aku menunggu dan
terus menunggu, meski lelah dalam menunggu aku berusaha mengumpulkan
keyakinanku bila Priskila akan datang, atau aku yang terlalu kegeeran untuk
menunggunya disini padahal dia memang dari awal sudah menolaknya? Aku tidak
tahu pasti. Aku duduk di selasaran samping pintu perpustakaan dengan terus
mengamati setiap orang yang berlalu.
‘Semesta, gadis
manis itu bernama Priskila dan apakah mungkin dia akan datang sebentar lagi?
Apakah kau akan mengabulkan harapanku ini semesta?’ tanyaku dalam hati frustasi
menunggu dalam lelah.
Sudah hampir
setengah jam aku menunggu dalam sebuah kekalutan dan ketidakpastian yang jelas.
Aku benar-benar bingung, tidak dapat menghubunginya dan aku benar-benar terlalu
bodoh karena melupakan hal yang paling mendasar! Aku hanya memintanya untuk
bertemu di tempat ini dan bukannya meminta nomor handphonenya! Aku merutuki
kebodohanku sendiri di sore itu sambil mengetok-getok kepalaku sendiri.
Mungkin, aku terlalu
cemen untuk dapat berkenalan dengan seorang perempuan.
Mungkin, aku terlalu
takut untuk berhadapan dengan perempuan cantik sepertimu.
Mungkin, aku tidak
seperti pria lainnya yang begitu mudah untuk berkenalan dengan perempuan.
Mungkin, aku perlu
untuk belajar terlebih dahulu untuk dapat mengucapkan kalimat demi kalimat
dihadapanmu.
Mungkin, di dalam gelap
aku berani untuk memujamu.
Langit sore itu
sudah didominasi oleh warna oren yang menghiasinya dan terlihat begitu cantik,
hanya langit yang menjadi sedikitnya pelipur laraku di hari ini. Akhirnya, aku
menyerah dalam penantianku menunggu kehadiran Priskila di sore itu. Menyerah
dalam ketidakpastian, menyerah dalam lelahku yang tak kunjung menampakkan
sebuah tanda.
Mungin, aku
hanya dapat menyimpan wajahnya di dalam benak dan kenangannya tanpa harus
terlalu berharap untuk dapat bertemu dengan dirinya lagi di suatu saat. Kalau
pun dapat bertemu dengan dirinya nanti, takkan ku ulangi kebodohanku di hari
ini. Ini janji ku!
No comments:
Post a Comment