Thursday, September 5, 2013

Cinta, Luka, dan Persahabatan.


Jakarta, 23-05-2013
Hai, buku catatan kecilku.
            Aku sudah lama tidak pernah bercerita lagi kepadamu tentang apa yang terjadi dalam hidupku. Hidupku terasa sepi dan sunyi menjadi teman sejatiku menjalani hari ini, meski aku berada di tempat yang ramai atau sedang bersama dengan teman-temanku, aku tidak tahu mengapa pastinya aku selalu merasa sepi dan kosong dalam diri ini.

            Tidak pernah jelas tentang sebuah perjalanan kehidupanku, sama seperti ketidakjelasan dari arti cinta sejati itu apa. Aku sudah begitu lama tidak bersentuhan dengan sebuah perasaan yang dikatakan oleh orang banyak adalah sebuah anugerah dalam hidup ini. apa kamu tahu bila aku selalu mencari arti dan keberadaan cinta sejati itu? dalam pencarianku untuk memecahkan teka-teki kehidupan tersebut, aku sama sekali belum mendapatkan setitik cahaya sama sekali sampai akhirnya ada seorang gadis yang membuatku terkagum oleh indah paras wajahnya.
            Pertemuanku dengan gadis itu begitu simpel dan biasa saja tidak ada yang dapat aku banggakan atau pun menjadi sesuatu yang istimewa pun tak dapat. Aku tidak sengaja menabrak dirinya saat aku sedang keluar dari dalam perpustakaan siang itu, dengan perasaan bersalah dan karena aku seorang pria yang harus bertanggung jawab membuat aku membantu dirinya untuk dapat berdiri lalu meminta maaf karena kelalaianku di siang itu.
            Ketika aku melihat wajahnya, seluruh tubuhku terasa begitu panas dan rasanya aku ingin mencair oleh karena senyumnya yang begitu menusuk-nusuk hatiku, senyumnya juga seperti menyinari hatiku yang begitu dingin seperti bongkahan batu es.
            Sebelumnya aku tidak pernah percaya dengan apa yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama, menurutku cinta pada pandangan pertama adalah bullshit hanya omong kosong oleh para pujangga cinta. Tapi... saat ini karena senyuman gadis itu aku langsung percaya dengan cinta pada pertama itu.
            Gadis itu memiliki tinggi yang hampir sama denganku, warna kulitnya yang kuning langsat, tentunya kulitnya begitu mulus karena aku menyentuh kulitnya saat membantu dirinya untuk dapat berdiri, kakinya yang jenjang, rambutnya yang terlihat hitam dengan sedikit kemerahan, matanya yang sayu, dan bagian tubuhnya yang aku sukai adalah senyumnya. Iya, senyumnya yang mampu membuat aku meleleh seperti saat ini.
            Nama gadis itu Siska. Tinggal dan besar di Bandung, namun kali ini dia harus merantau untuk menuntut ilmu jauh dari rumahnya, meski jarak antara Jakarta dan Bandung dapat di tempuh sekitar dua jam tapi tetap saja ia merantau jauh dari keluarga dan di Jakarta dirinya tidak memiliki saudara dekat.
            Siska merupakan gadis yang periang dan sangat baik terhadap siapa pun. Suatu ketika saat aku sedang menemani dirinya mencari buku di daerah Senen, ia melihat seorang anak kecil yang tidur di emperan, anak itu begitu lusuh dan dekil tapi tidak membuat gadis seperti Siska ini jijik terhadap anak tersebut. Dia berjalan mendekati anak tersebut dan membangunkan anak itu, lalu matanya memperhatikan anak tersebut teliti dan mengajak anak tersebut makan bersama dengan kami.
            Hatinya yang begitu mulia dan tulus untuk menolong. Dia tidak pernah membedakan orang lain, bila ada yang kesusahan dan meminta pertolongannya dengan senang hati dia menolong orang tersebut, meski sering kali kebaikkan Siska menjadi bahan untuk teman-temannya memperalat dirinya. Aku tidak pernah mendengar sedikit pun Siska kesal atau marah terhadap temannya tersebut, dia pun tetap membantu temannya yang sering mengerjai dirinya. Ah, aku bingung dengan gadis ini. jarang sekali ada pribadi seperti dirinya di jaman sekarang.
            Semakin sering aku menghabiskan waktu bersamanya, semakin menambah pula kekagumanku terhadap dirinya. Meski aku selalu bersama dengan dirinya, aku selalu melihat dirinya untuk tersenyum, melihat dirinya sedang menangis, melihat dirinya meringis kesakitan melawan rasa sakit yang ia derita, tapi aku... aku hanya akan terus di sebelahnya menjadi seorang teman dekatnya dan takkan lebih.
            Aku mulai tersadar bahwa diriku sudah terjatuh terperosok lebih dalam lagi ke dalam jurang cinta. Rasa cemburu itu pun muncul bila melihat dirinya sedang dekat dengan pria lain, hati ini sakit ketika mendengar bahwa dia sedang jatuh cinta dengan seseorang yang baru ia kenal. Hatiku benar-benar hancur berkeping-keping ketika melihat dirinya mulai menjauh dariku, dia telah berubah dari Siska yang aku kenal dulu.
            Kesal. Benci. Marah. Terhadap diriku sendiri bila melihat Siska menangis oleh karena orang yang telah menjadi pacarnya tersebut. Aku bodoh karena tak bisa menahan dirinya, aku bodoh karena terus membiarkan Siska disakiti oleh pacarnya. Aku hanya bisa memberikan dadaku dibanjiri tangis air mata Siska, telingaku selalu siap mendengar segala cerita tentang pacarnya tersebut.
            Jatuh cinta itu membuat Siska sedikit berubah, dulu ia tidak pernah untuk mengeluh dan sekarang hampir setiap hari ia mengeluh tentang hidupnya atau hubungannya bersama dengan pacarnya. Di saat-saat seperti itu yang dapat ku lakukan hanyalah menghiburnya dan membuat dirinya tenang.
            Di saat dia bahagia, dia bersama dengan pacarnya. Di saat dia terluka, dia bersama denganku. Aku tidak kuat untuk melihat air matanya yang selalu jatuh dipelukkanku, aku tidak kuat lagi menahan apa yang sedang ku rasakan. Akhirnya, aku mengutarakan perasaanku kepada dirinya dan meminta dirinya untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya. Sebenarnya maksudku baik untuk meredakan setiap luka di hatinya, tapi Siska menanggapi berbeda dia langsung marah dan memintaku untuk membunuh setiap perasaanku terhadap dia.
            Aku diam membisu dan takkan pernah ku katakan terhadapnya, dia pun menangis memukul-mukul dadaku. Semakin aku menenangkan dirinya dalam pelukkanku, semakin kencang pula ia menangis.
            “Bodoh! Gue engga akan pernah bisa! Lo itu sahabat gue dan gue engga bisa untuk pacaran sama sahabat gue sendiri! Lagi pula gue sayang banget sama dia! gue mohon, please bunuh rasa cinta lo itu!”
            Kata-kata tersebut yang ia ucapkan dalam tangisnya malam itu. aku bodoh dan tolol untuk mengucapkan perasaanku kepada dirinya di saat seperti ini, egois! Aku sangat egois membiarkan persahabatan ku ini dicampuri perasaan cinta di dalamnya, membiarkan cinta itu untuk mengobok-obok arti dari persahabatan itu sendiri, membiarkan cinta untuk menodai persahabatan yang seharusnya tulus untuk menerima kenyataan.
            Malam ini... aku baru sadar, bila yang aku kira itu cinta ternyata hanyalah seorang sahabat setia.
            Lalu di malam ini, di tengah kekalutan dan hancurnya hatiku ini, aku mencoba mengais seluruh puing-puing hatiku yang berantakan. Memori kenangan indah membuatku begitu emosional menanggapinya, aku menuliskan ini kepadamu buku catatan kecilku secara jujur dan berulang kali aku meneteskan air mata. Tidak ada yang salah bukan bila seorang pria meneteskan air matanya?
            Aku... tak dapat sedikit pun untuk menghapus setiap kenangan indah atau pun sedih bersama denganmu Siska. Seandainya waktu dapat berputar ulang kembali ke masa lalu,aku ingin mengulang kejadian malam itu ketika aku mengucapkan perasaanku kepadanya, atau aku mencoba untuk jujur kepadanya sebelum orang tersebut datang dan mengambil engkau dari sisiku, bila pun tak bisa aku hanya ingin melewati waktu ketika kita bertemu di depan gedung perpustakaan hingga aku tak pernah mengenal dirinya dan jatuh cinta terhadapnya.
            Aku terpikir bila sekarang adalah waktu yang tepat untuk meninggalkan dirinya dan cerita persahabatan antara aku dengan dirinya yang pernah terjalin. Aku pun terpikir bila ketika persahabatan telah berubah menjadi cinta akan menghasilkan sebuah destruksif yang menghancurkan.
            Aku akan menitipkan salamku kepada dirinya melalui udara, biar udara yang akan menyampaikannya kepada semesta sehingga semesta mengetahui apa yang sedang ku rasakan, lalu semesta dengan segala caranya menyampaikan kepada dirinya yang takkan pernah ku temui lagi. Semoga aku kuat untuk tidak merindukan senyum dan tawanya lagi.
Semua yang kurasakan tak pernah dapat ku hapuskan,
walau kau bersamanya menjalin kisah cinta nyata dan terluka.

Pernah terpikir tuk tinggalkanmu - Cinta dan Luka ( Club 80’s)

No comments:

Post a Comment