Saturday, July 6, 2013

move on!


Aku melihat dirinya yang sedang diam duduk dipojokkan sambil membaca buku tanpa mempedulikan sesorang yang berada di sekitarnya.
Perempuan itu larut dalam bayangannya sendiri, sosok yang terlihat unik dengan wajah yang pucat, rambut panjang hitam, kulit putih bersih, kurus, dan kacamata besar yang ia kenakan. Jarang aku melihat seorang perempuan dengan memakai kacamata besar di jaman sekarang, ketika banyak yang lebih memilih untuk memakai lensa kotak, tetapi dia tidak.
Aku melanjutkan tulisan aku di depan laptop, sambil sesekali mengamati perempuan yang berada tidak jauh dari tempat aku duduk. Ada sesuatu yang menarik perhatianku untuk mengamatinya, dan perhatian yang menarik itu membuat rasa penasaran untuk berkenalan dengan dirinya.
Buku-buku yang berantakan di atas mejanya, sekotak es krim cokelat, dan kentang goreng menjadi temannya.
Aku melangkahkan kakiku mendekati dirinya dengan keberanian dan nekat untuk mengenal dirinya.
"Suka baca?" tanyaku langsung membuka pembicaraan.
Ia tersenyum memandang diriku, "Iya, kenapa?"
"Sama sih, kalau suka baca, apa suka nulis juga?" aku melanjutkan pertanyaanku mencoba mengenal dirinya melalui sisi yang berbeda.
"Hehehe... kalau nulis, engga terlalu suka, memangnya kenapa?"
Dia menjawab dengan senyum yang mengembang di wajahnya, meski ada keraguan pada dirinya ketika gue datang untuk bertanya kepada dirinya hal-hal yang tidak terlalu penting bagi dirinya, tapi dia tetap berusaha untuk menyambut gue dengan ramah.
"Boleh gue pindah kesini untuk ngobrol-ngobrol sama lo sekalian kenalan?"
Perempuan ini mengangguk memberikan persetujuan kepada diriku. Aku langsung kembali ke meja awalku dan membereskan segala barangku, lalu memindahkannya ke meja perempuan tadi.
Dia kembali tenggelam sibuk dengan bacaannya dan tidak menghiraukan bagaimana sibuknya dan keberisikan yang aku buat saat pindahan untuk duduk dekat dirinya. aku sesekali mendapati matanya yang sedang mencuri-curi mengamati ku, tapi aku tidak mempedulikannya.
"Nama gue Tom, lo siapa?" kenalku selesai memindahkan semua barangku.
"Iya gue tahu kok, kalau nama lo Tom, itu dari baju lo kan ada nama lo dan lengkap lagi." jawabnya tersenyum menunjuk ke arah bajuku, "Panggil gue Lina aja."
Kami sama-sama tertawa dan dalam diriku merasakan sesuatu hal yang aneh ketika melihatnya sedang tertawa lepas seperti itu. aku teringat pada sosok perempuan yang pernah menjalin kisah cinta bersama denganku dulu, sebuah kisah yang telah berakhir dua tahun yang lalu, tapi aku belum pernah bisa lepas dari bayangannya. meskipun ku coba, itu sulit rasanya.
                              ****
"Kamu memang engga bisa dipercaya lagi Tom! kamu jahat!" ucap Sasya bergetar dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir dari matanya yang indah.
saat itu aku tidak tahu harus bagaimana, lidahku kelu dan aku seperti orang yang gagu. menunduk pasrah dan bersalah dengan semua yang terjadi. semua ini memang salahku sehingga Sasya bisa marah besar terhadapku dan aku memang pantas untuk disalahkan.
Sasya ialah gadis mungil yang lucu dengan kacamata yang tak pernah lepas, rambut pendek sebahu, dan pipinya yang tembem. aku dan Sasya terpaku pada perbedaan umur yang tidak terlalu jauh, hanya dua tahun bedanya dan selama ini kami merasa perbedaan umur tidak akan menjadi masalah di antara kami. karena kami percaya cinta itu hanya butuh kepercayaan dan umur tidak jadi masalah.
aku ingat Sasya pernah mengatakan, "Kedewasaan seseorang itu bukan ditentukan dari umurnya, terkadang banyak orang yang sudah seharusnya dianggap dewasa dari umurnya malah sering bertindak kekanak-kanakan, atau kakek-kakek saja diumurnya yang mulai senja mereka sering ngambek dan ingin diperhatikan oleh anak dan cucunya."
meskipun dia lebih muda dari aku, tapi cara berpikirnya lebih dewasa dan jauh kedepan daripada aku. bahkan ketika berbagai masalah yang sedang gue hadapi atau kerjaan yang mendekati deadline, dia merupakan orang yang tak jemu-jemunya memberikan semangat dan motivasi untukku supaya tidak menyerah kalah. dia selalu ada untukku saat itu, sebelum semuanya berakhir dengan air mata.
"Aku sudah mencoba untuk percaya sama kamu dan memaafkan kamu berkali-kali! tapi apa hasilnya? kamu engga pernah berubah dan aku capek Tom untuk terus-terusan pura-pura kalau aku sebenarnya kuat." suaranya yang tertahan dan pipinya yang basah oleh karena air matanya mengetuk hati ku lebih dalam lagi.
"Kamu memang engga pernah bisa peka! engga pernah bisa untuk memahami apa yang aku rasakan! kamu egois!" lanjutnya parau dengan emosi yang mengikuti.
aku hanya membiarkan diriku tertuduh oleh perasaan bersalah itu, aku tak bisa untuk memberikan argumen dan pembelaan bila aku tak salah. aku sadar aku salah, jatuh ke dalam lubang yang sama dengan membiarkan orang yang mencintaiku dan selalu ada untukku menahan sakit yang berulang-ulang dan kekecewaan yang begitu mendalam.
mungkin, aku terlalu bodoh saat membiarkan kepercayaan itu aku buang begitu saja hanya karena perempuan lain yang menarik perhatianku saat itu. kepercayaan yang ia tanamkan, aku hancurkan begitu saja dengan ulahku yang telah berkali-kali berjanji dan berkali-kali pula mengingkarinya, memainkan hatinya. kesalahan fatal dan bodoh untuk diriku.
"Maaf..." ucapku singkat dan pelan.
"Apa? Kamu bilang maaf?" tanyanya dengan emosi yang mulai meninggi, "Kamu pikir gampang Tom? setiap bikin kesalahan kamu dengan gampangnya bilang maaf, lalu bikin kesalahan yang sama lagi! Aku muak Tom! aku muak!" matanya membulat, tangannya terkepal kuat di atas meja, dan napasnya yang tersengal-sengal.
"Iya aku tahu, namanya juga manusia pasti sering bikin kesalahan kan Sas?" ucapku memberikan satu argumen dengan lemah dan memandang ke meja.
"TOM! kamu sudah berkali-kali bikin kesalahan yang sama di tempat yang sama! kalau kamu manusia, seharusnya kamu bisa belajar dari kesalahan itu dan kamu memang engga pernah bisa peka terhadap perasaan aku!"
aku sudah tidak berkutik lagi memberikan pembelaanku pada dirinya dan ada jeda waktu di antara kita yang diisi oleh kekosongan dan keheningan.
"Aku kecewa sama kamu! aku sudah engga kuat lagi sama kamu! aku mau bilang kita putus!" ucapnya memecahkan keheningan di antara kami, ucapannya tersebut menghentak ku dan membuatku semakin tidak dapat berkata apa-apa.
"Putus? Tapikan?" aku mencoba menyakinkan diri apa yang aku dengar itu salah.
"Iya. Putus! mulai sekarang kita sudah engga ada hubungan lagi!" jawabnya mempertegas keyakinannya dan ucapannya, lalu pergi meninggalkan ku sendiri, namun sebelum dia menjauh dari ku, aku menangkap tangannya dan menahannya supaya tidak pergi dahulu.
"Tapi aku masih sayang sama kamu, berikan aku satu kesempatan lagi... aku mohon!" ucapku lemah mengenggam erat tangannya.
"Tom! lepasin tanganku!" bentaknya sekali lagi tapi aku tidak mempedulikannya, "Yang kamu bilang itu basi! aku sudah engga bisa percaya lagi sama kamu Tom! perasaanku ke kamu sudah tawar, mending kamu sama cewek murahan yang kamu godain kemarin itu!"
"Engga, aku maunya sama kamu!" elakku menatap wajahnya yang diterpa dengan cahaya lampu.
Ia menarik tangannya dengan kuat sehingga terlepas, "Kamu memang egois!" ucapannya terakhir kali sebelum ia meninggalkan aku sendirian.
malam itu, aku mengamati kepergian dirinya hingga siluet bayangannya hilang dikejauhan. kepergian seseorang yang paling kita sayangi itu ternyata menyakitkan dan kita terkadang baru menyadari betapa berharganya seseorang untukku kita itu saat telah kehilangan dirinya, saat semuanya sudah terlambat.
"Aku janji, aku bakal nunggu kamu untuk kembali kepadaku!" kataku pelan ketika Sasya telah pergi meninggalkan aku dan takkan pernah bisa mendengar janji yang aku ucapkan ini.
berdiri di samping kaca, aku mendongkakkan wajahku ke atas awan, aku melihat malam ini begitu sepi dan hening. tidak ada keramaian di awan, tidak ada bintang dan bulan membuat kehampaan di malam ini. sama seperti perasaanku sekarang yang begitu sepi dan hampa, bintang yang selalu menyinari malamku, baru saja pergi dan menghilang takkan pernah bisa kembali lagi.
                              ****
"Tom? lagi banyak masalah?" tanya Lina dengan pandangan matanya yang mengasihani diriku, pandangan yang sebenarnya paling aku benci namun pandangan dari mata Lina berbeda dari yang lainnya.
 "Gapapa sih, cuman tawa lo mirip sama seseorang aja. hehehe" jawabku terkekeh pelan menenangkan diriku.
"Oh gitu. pasti mirip sama pacar atau mantan lo ya?" tanyanya sambil meletakkan bukunya yang dari tadi ia baca dan memandang ke arahku.
aku tidak dapat menjawab apa-apa, hanya dapat tersenyum pendek.
"Iya, kalau lo masih suka bandingin dan inget-inget, kapan bisa move on?" lanjutnya dengan sebuah pertanyaan yang menohok hati ku.
"Move on itu engga gampang, apa lagi move on sama orang yang paling kita cintai dan sayangi," jawabku pelan yang berasal dari hatiku paling dalam.
"Maaf ya sebelumnya, buat apa kita susah-susah untuk bertahan di hati seseorang yang padahal orangnya itu engga peduli lagi sama kita, atau malah orang itu engga pengin kita ada di dalam hati mereka. buang-buang waktu sama tenaga!" ungkap Lina yang pandangannya tak lepas dari mataku.
"Iya sih, tapikan..."
"Terlalu banyak tapi dan alasan, satu-satunya cara untuk bisa move on, ya buka hati!" selanya cepat sebelum aku memberikan semua alasan tentang hal yang membuat aku susah untuk move on.
"Iya juga sih, cuman kan..."
"Tom, gue memang baru kenal lo sekarang dan mungkin lo awalnya anggap gue orang yang aneh, tapi percaya sama gue, move on itu gampang kalau lo mau dan buka hati lo, move on itu jangan pakai alasan karena apa atau engga bisa."
aku tertegun mendengar ucapan dari Lina yang begitu bijak dan menyentuh hatiku. aku menyadari bahwa yang diucapkan Lina itu benar, sudah terlalu lama aku untuk menutup diriku pada cinta yang lain, aku terlalu lama untuk berkubang pada janji pada seseorang yang telah pergi dan tidak peduli lagi sama aku. aku memang bodoh dalam bercinta.
"Ternyata benar kata para pujangga cinta, ternyata kita baru menyadari arti cinta sebenarnya saat kita kehilangan orang tersebut."
Ia tersenyum sambil menuliskan kata-kata yang ia ucapkan tadi dalam bukunya.
"Iya benar yang lo bilang, btw gue boleh jadi teman atau sahabat lo engga?"
kali ini Lina yang tertegun ketika mendengar ucapanku, aku tidak peduli dia akan memikirkan apa tentangku nantinya, karena yang pasti aku merasa sangat nyaman untuk dekat dengan dirinya dan aku yakin dalam diri dia adalah obat yang sanggup menyembuhkanku dari sakit yang aku rasa ini.
"Beneran? engga salah yang gue dengar? lo mau temenan dan bahkan mau sahabatan sama orang yang aneh kaya gue gini?" tanyanya balik bingung dengan yang ia dengar.
"Beneran. menurut gue, lo engga aneh tapi lo unik, dari obrolan kita tadi gue rasa nyaman ngobrol sama lo." tegasku sekali lagi dengan ucapan yang sebelumnya aku ucapkan.
"Hahaha... begitu toh, terserah sih." balasnya yang sambil menulis di dalam bukunya tanpa memperhatikan aku sebagai lawan bicaranya.
es krim yang mulai mencair dan kentang goreng yang habis menjadi awal dari perpisahan kami berdua di malam ini. ia memilih untuk kembali pulang ke rumah dan beristirahat melanjutkan membaca buku-buku yang baru ia beli.

aku tersenyum melihat dirinya. berbeda seperti kejadian dahulu ketika malam itu tidak ada bintang dan bulan, sekarang malam ini di langit penuh dengan bintang dan sinar rembulan yang menerangi malam. dulu aku meratapi kepergian Sasya dengan air mata dan sesal, sekarang aku melihat kepergian Lina dengan sinar harapan yang baru di dalam dirinya untuk aku.

No comments:

Post a Comment