Pikiranku
langsung melayang kemana-kemana saat mendengar kalimat tersebut. Kalimat yang
sederhana namun sanggup membuatku bertanya-tanya. Bukankah kita semua memang
perlu yang namanya bertahan dan berjuang? Bukankah dalam bertahan itu butuh
yang namanya perjuangan? Dan, memang berjuang tidak selamanya identik dengan
bertahan. Lalu, mengapa hal ini menjadi sebuah pertanyaan?
Bila
dalam sepakbola ada sebuah istilah menyerang ialah pertahanan terbaik.
Perjuangan yang dilakukan dalam penyerangan butuh kerja ekstra keras untuk
dapat membongkar pertahanan lawan untuk mencetak gol dan meraih kemenangan,
namun disisi lain pun negative football yang memainkan taktik tidak indah dan
cenderung membosankan dengan memarkirkan bis, pesawat, bahkan tank sekalipun di
dalam lapangan lebih pasnya dalam pertahanan sendiri, hampir sebagian pemain
bertahan untuk menjaga keunggulan atau mencegah supaya tidak kebobolan.
Ada
sebuah seni yang diperagakan dari kedua taktik tersebut, seni bagaimana caranya
bertahan dan seni bagaimana cara untuk menyerang. Dan, menurut saya seni
bertahan terindah itu yang pernah diperagakan dan begitu diagungkan dari
sepakbola Italia. Bertahan yang ditampilkan di era modern sekarang, terlalu
membosankan dengan menumpuk pemain dan semua dilakukan hanya untuk mengincar
hasil yang setidaknya tidak kalah dalam suatu pertandingan.
Lalu,
manakah yang menarik antara bertahan dan menyerang?
Dalam
sepakbola, mungkin saya akan lebih memilih menyerang. Alasannya karena
sepakbola yang menyerang akan selalu membuat penasaran dan bila menyerang akan
menghasilkan banyak gol. Sepakbola itu tentang gol bukan? Bila tidak ada gol,
malah sepakbola itu tidak jadi menarik dan membosankan malah bisa bikin kantuk
berkepanjangan dalam satu pertandingan.
Seperti
halnya saya jatuh cinta terhadap Arsenal. Permainannya yang indah mampu membuat
saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Setiap melihat pertandingannya di
layar kaca, seperti sedang merasakan kasmaran. Jantung berdebar kencang dan
melihat permainannya yang indah bola mengalir dari satu kaki ke kaki seperti
sedang foreplay yang akhirnya berbuah
gol terasa seperti sedang berejakulasi saat gol yang disaksikan begitu indah
dan menawan.
Namun,
semuanya kembali lagi pada setiap pribadi memilih yang mana. Seni bertahan atau
seni dalam menyerang.
Bila
kita menarik ke dalam kehidupan sebenarnya atau lebih fokusnya mengenai
permasalahan percintaan. Berjuang merupakan kalimat yang paling mutakhir dan
pamungkas dalam setiap kisah cinta. Tanpa berjuang berarti tak ada hasil yang
didapatkan. Tapi, berjuang itu bukan hanya melulu mengenai seberapa besar kita
berjuang seperti dikonsepkan menyerang. Bertahan pun bisa dikonsepkan sebagian
dari arti berjuang itu sendiri.
Karena
pada dasarnya, bertahan akan lebih menyedihkan dibandingkan orang-orang yang
memilih untuk menyerang. Berjuang dengan cara bertahanan akan merasakan sakit
yang lebih dalam, semua yang dipendam dan ditahan akan sakit. Semua yang tak
diungkapkan bila terlambat akan merasa menyesal. Lalu pada akhirnya menyalahkan
diri sendiri karena terlambat.
Bahkan
logika yang sering dipakai dalam bertahan adalah karena tidak enak atau tidak
berani sehingga dipendam begitu saja sampai basi sendiri dan sakit sendiri.
Berpura-pura bahagia padahal dalam hatinya sakit, mengaku dapat bertahan
padahal dalam hatinya sudah sulit untuk bertahan, dan memberikan alasan
mengenai akan berjuang bertahan sampai akhir. Atau, bertahan memendam rasa
cintanya terhadap seseorang yang ia cintai. Melemparkan berbagai kode terhadap
orang tersebut dan bila orang tersebut tidak mengerti, orang tersebut akan
disalahkan dianggap tidak peka terhadap lingkungkan sekitar. Apakah ini yang
dinamakan logika dalam bertahan?
Bukankah
lebih baik berkata terus terang dalam sebuah perasaan? Bukankah perasaan tidak
bisa berbohong? Namun, mengapa kita lebih suka untuk membohongi perasaan disaat
kita mencoba untuk berjuang bertahan mencintai dalam sunyi kita sendiri?
Takut? Ragu?
Saya
mulai berpikir lagi. Terkadang orang yang hanya bertahan lebih egois daripada
orang yang bertindak dengan langsung atau menyerang. Iya, dia egois karena
hanya memendam perasaannya tanpa berani untuk mengatakan apa yang ia rasa. Iya,
dia egois karena membiarkan dirinya terus menerus terluka karena sakit saat
memendam perasaannya. Iya, seperti halnya yang aku lakukan sekarang ini.
Aku
memilih untuk memendam rasa kagum atau jatuh cinta terhadap seseorang dengan
sendirinya tanpa berani untuk mengungkapkannya kepada orangnya. Alasan demi
alasan langsung muncul begitu saja dan mengantri seperti orang yang sedang
dalam antrean tiket kereta api.
Pengecut?
Iya,
yang hanya bertahan saking pengecutnya hanya berani dalam hatinya.
Keberaniannyaa luluh begitu saja saat melihat kecantikan dan kelucuan orang
yang ia kagumi. Seperti halnya pengecut-pengecut yang sering menjadi bahan
dalam cerita, mengenai pengecut yang tidak berani untuk mengucapkan
kalimat-kalimat mujarab atau mendekati orang yang suka, namun beberapa pengecut
lainnya memiliki alibi padahal ia memiliki keistimewaan didalam dirinya.
Si
pengecut itu tidak berani untuk mengambil resiko yang lebih besar lagi sehingga
ia memilih untuk memendam rasa cintanya sendiri. Dia berjuang untuk dirinya
sendiri, berjuang dalam mimpi yang semu seperti ia sedang bermasturbasi dengan
foto-foto atau video lalu memasukkan ke dalam otaknya sehingga menganggap bahwa
ia sedang benar-benar melakukan hal yang demikian.
Si
pengecut itu jatuh ke dalam lubang hitam. Ia ditarik ke dalam lubang. Lubang
yang sebenarnya ingin dia lupakan tetapi lubang itu terus hadir dalam
kenangannya tiba-tiba tanpa diundang lalu mendekapnya dengan erat hingga tak
dapat bernapas. Kenangan yang sulit ia lupakan mengenai kenangan-kenangan masa
lalunya bersama dengan kekasihnya yang dahulu. Kenangan itu tidak segera ia
hapuskan dan kenangan itu tidak memiliki jarak sama sekali. Sesuka hati
kenangan itu, kadang bisa jauh, kadang bisa sangat dekat.
Bagaimana
dengan orang-orang yang memiliki keberanian untuk mendekati secara
terang-terangan atau yang enak menyerang?
Posisi
yang bisa masuk ke dalam posisi yang serba salah. Gampang kenalan dengan orang
lain atau gampang jatuh cinta terhadap orang lain, bisa dibilang gampangan.
Susah jatuh cinta sama orang lain bisa dibilang gagal move on atau payah.
Banyak
yang memberikan nilai plus untuk yang memilih berjuang dengan menyerang.
Keberaniannya untuk berkenalan sampai jatuh cinta diapresiasikan
setinggi-tingginya. Keuntungan dari orang yang menyerang ialah luka yang ia
alami tidak akan separah orang yang memendam rasanya sendiri. Mereka diposisikan
sebagai golongan yang memiliki kehebatan luar biasa.
Padahal,
kita semua menyadari bahwa baik yang menyerang atau bertahan adalah cara untuk
berjuang dalam cintanya. Setiap orang bebas memilih mau dengan cara seperti apa
namun semuanya memiliki resikonya masing-masing dan mereka lah yang memilih
tingkat resikonya setinggi apa.
Orang
yang bertahan memendam rasa cintanya bukan berarti dia pengecut. Orang yang
menyerang bukan berarti dia gampangan. Orang-orang memiliki caranya sendiri dan
tidak dapat di pukul rata semuanya sama.
Memperjuangkan
cinta adalah hal yang terindah dalam hidup ini. terkadang kita harus tahu kapan
waktu untuk menyerang dan kapan untuk bertahan, tidak selalu kita mengambil
bagian dalam posisi menyerang setiap kesempatan atau bertahan disetiap
kesempatan. Bila, hal tersebut dilakukan secara terus menerusan dengan pola
yang sama akan menghasilkan sebuah kebosanan dan kaku.
Bahkan
baik yang berjuang dengan bertahan atau menyerang pada akhirnya akan kalah dan
tidak memiliki kuasa juga bila berhadapan dengan Yang Maha Kuasa.
No comments:
Post a Comment