Saturday, August 16, 2014

Perpisahan.

Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Setiap yang berawal pasti akan ada akhirnya. Kita tidak pernah tahu bagaimana ujung kisahnya akan seperti apa, bahagia atau sedih. Namun, satu hal yang kita ketahui ialah cepat atau lambat akan merasakan momen seperti itu karena di dunia ini tidak ada yang abadi.

Kemarin sore, suasana langit saat senja melukiskan tentang segala perasaan setelah mendapatkan suatu kabar yang menyesakkan di dada. Iya, senja itu memang indah namun sayangnya kehadiran senja hanya sementara tidak selama siang atau malam. Ia hadir sebentar sebagai batas tanda pemisah.

Sebuah kabar yang membuatku terkenang kejadian hampir sepuluh tahun lalu. Sebuah cerita yang hanya ada warna gelap. Semuanya gelap saat itu, aku tidak tahu harus melakukan apa-apa dan pada saat itu aku cukup beruntung karena memiliki saudara-saudara yang ada dirumah untuk menghibur. Tapi, mereka hanya sementara hadirnya seperti senja.

Perpisahan untuk sementara  saja sudah membuat hati terasa perih, bagaimana bila perpisahan untuk selamanya? Berpisah dengan orang yang kita sayangi untuk selamanya, kehilangan perhatian dari sosok yang menjaga dan menuntun sejak kecil hingga kita tumbuh dewasa. Dalam hati, merasa hancur dan bayang-bayang yang kita bangun rasanya akan menghilang begitu saja.

Menyamarkan. Kita menyamarkan bagaimana tentang perasaan kita yang berada di dalam hati. Berpura-pura untuk tetap tegar dan kuat, tetap dapat tersenyum dan menyapa setiap orang yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa.

Melihat sosok orang yang kita sayangi terbujur kaku dihadapan kita. Melihat sosk orang yang kita sayangi perlahan demi perlahan masuk ke dalam peristirahatan terakhirnya. Menaburkan bunga di atas liang lahatnya yang masih baru.

Hari demi hari, kita masih merasakan bila sosok tersebut masih ada dan hanya pergi untuk sementara. Saat bulan berganti bulan, rasa rindu itu mulai hadir di lubuk hati yang paling dalam, bagaimana merindukan cara ia memperhatikan kita, bagaimana cara menghabisi waktu-waktu bersama yang semakin lama semakin susah untuk didapatkan.

Mungkin, aku mulai merindukan masa-masa itu kembali.


***

Aku menyadari sesuatu hal yang tidak bisa kita atur dalam dunia ini, mengenai pertemuan dan perpisahan. Secara tidak sadar semua bergerak sesuai dengan koridornya dan terkadang kita hanya mengatakan ini kebetulan dapat terjadi, atau tentang kehilangan kita hanya bisa menundanya atau mempertahankan untuk sementara waktu dan pada satu waktu nanti kita pun akan merasakan kehilangan.

Perpisahan selalu diidentikan dengan kehilangan dan tidak ada yang ingin merasakan kehilangan seseorang yang dicintainya pada usia muda. Aku mulai dikenalkan dengan kata perpisahan sejak kecil lebih tepatnya saat perpisahan TK, dimana aku akan berpisah dengan teman-temanku untuk melanjutkan fase pendidikan selanjutnya hingga setiap akhir dari jenjang satu pendidikan akan merasakan bagaimana berpisah dengan teman-teman untuk berpindah ke satu tempat lainnya.

Tapi, dari semua fase perpisahan yang aku rasakan. Satu fase yang paling berat aku rasakan ialah bagaimana berpisah dengan bokap untuk selama-lamanya dalam usia yang masih sangat muda saat itu. ketika, anak-anak lainnya bermimpi untuk dapat dilihat ketika ia mengenakan seragam putih biru, putih abu, dimana ia kuliah, hingga mendapatkan pelukan seorang ayah ketika lulus dari jenjang pendidikannya.

Memori-memori kecilku mulai meletup-letup ketika mencoba membongkar satu demi per satu ingatan masa lalu. Kenangan tentang liburan sekeluarga, kenangan tentang hadiah yang diberikannya ketika berulangtahun, kenangan tentang omelannya setiap sore bila beliau pulang dari kantor dan anak-anaknya tidak ada yang menyambutnya. Kenangan-kenangan yang terlalu indah untuk dilupakan dan selalu membekas di dalam hati.

Bahkan terkadang aku terlalu melankolis ketika membaca, mendengar, atau menonton suatu kisah yang mengenai kasih seorang ayah. Untuk orang lain mungkin akan terasa konyol, tetapi untukku hal konyol dan sesederhana itu pun dapat menyentuh hatiku untuk memaksa air mata keluar dari sisi mataku.

Sejenak ketika aku sedang mengetik tiba-tiba suatu pertanyaan muncul di benakku? Apa yang akan terjadi bila bokap masih ada sampai saat ini dan melihat kuliahku yang lumayan berantakan hingga pindah ke suatu tempat?

Bagaimana rasanya masih mendapatkan perhatian dari kedua orangtua yang masih lengkap? Bukankah itu adalah hal yang luar biasa?

Seperti benar kata-kata yang sering aku dengar, terkadang kita baru merasakan seberapa penting orang tersebut di saat kita kehilangan orang tersebut untuk selamanya.

***

Semalam saat melayat, kedua kakiku begitu berat untuk melangkah dan otakku tak dapat memproduksi kata-kata untuk menguatkan teman dan ibunya yang baru saja ditinggal oleh ayahnya untuk selamanya. Kedua bola mataku berat, rasanya aku ingin menitikkan air mata ketika melihat sosok ayah temanku yang sedang tidur.

Ingatanku kembali ke masa lalu, merasakan kehilangan yang sama seperti dulu aku pun pernah merasakan kehilangan akan sosok ayah yang tak dapat tergantikan dan selalu dirindukan. Sosok ayah yang menjadi panutan dan sosok ibu yang begitu kuat untuk menjalani hari demi harinya untuk mengurus semuanya.

Memang kehilangan itu begitu menyesakkan, tetapi kehilangan merupakan suatu permulaan untuk suatu rencana semesta dalam hidup atau masa depan yang baik asalkan jangan pernah kehilangan harapan. Mungkin, secara sederhananya kehilangan seorang pacar yang kita sayangi aja nyesek, apalagi kehilangan orangtua?

Peluklah dia dan genggam tangannya, lalu buat ia tersenyum dan bahagia.


Terima kasih.
Tidur yang tenang Oom disana!

Tulisan ini ditunjukan khusus untuk teman SD, Gendis. Yang kuat, ya Ndis! Gatau harus ketik apa ditulisan ini..

No comments:

Post a Comment