Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Setiap
yang berawal pasti akan ada akhirnya. Kita tidak pernah tahu bagaimana ujung
kisahnya akan seperti apa, bahagia atau sedih. Namun, satu hal yang kita
ketahui ialah cepat atau lambat akan merasakan momen seperti itu karena di
dunia ini tidak ada yang abadi.
Kemarin sore, suasana langit saat senja
melukiskan tentang segala perasaan setelah mendapatkan suatu kabar yang
menyesakkan di dada. Iya, senja itu memang indah namun sayangnya kehadiran
senja hanya sementara tidak selama siang atau malam. Ia hadir sebentar sebagai
batas tanda pemisah.
Sebuah kabar yang membuatku terkenang
kejadian hampir sepuluh tahun lalu. Sebuah cerita yang hanya ada warna gelap. Semuanya
gelap saat itu, aku tidak tahu harus melakukan apa-apa dan pada saat itu aku
cukup beruntung karena memiliki saudara-saudara yang ada dirumah untuk
menghibur. Tapi, mereka hanya sementara hadirnya seperti senja.
Perpisahan untuk sementara saja sudah membuat hati terasa perih,
bagaimana bila perpisahan untuk selamanya? Berpisah dengan orang yang kita
sayangi untuk selamanya, kehilangan perhatian dari sosok yang menjaga dan
menuntun sejak kecil hingga kita tumbuh dewasa. Dalam hati, merasa hancur dan
bayang-bayang yang kita bangun rasanya akan menghilang begitu saja.
Menyamarkan. Kita menyamarkan bagaimana
tentang perasaan kita yang berada di dalam hati. Berpura-pura untuk tetap tegar
dan kuat, tetap dapat tersenyum dan menyapa setiap orang yang datang untuk
mengucapkan bela sungkawa.
Melihat sosok orang yang kita sayangi
terbujur kaku dihadapan kita. Melihat sosk orang yang kita sayangi perlahan
demi perlahan masuk ke dalam peristirahatan terakhirnya. Menaburkan bunga di
atas liang lahatnya yang masih baru.
Hari demi hari, kita masih merasakan bila
sosok tersebut masih ada dan hanya pergi untuk sementara. Saat bulan berganti
bulan, rasa rindu itu mulai hadir di lubuk hati yang paling dalam, bagaimana
merindukan cara ia memperhatikan kita, bagaimana cara menghabisi waktu-waktu
bersama yang semakin lama semakin susah untuk didapatkan.
Mungkin, aku mulai merindukan masa-masa
itu kembali.
***
Aku menyadari sesuatu hal yang tidak bisa
kita atur dalam dunia ini, mengenai pertemuan dan perpisahan. Secara tidak
sadar semua bergerak sesuai dengan koridornya dan terkadang kita hanya
mengatakan ini kebetulan dapat terjadi, atau tentang kehilangan kita hanya bisa
menundanya atau mempertahankan untuk sementara waktu dan pada satu waktu nanti
kita pun akan merasakan kehilangan.
Perpisahan selalu diidentikan dengan
kehilangan dan tidak ada yang ingin merasakan kehilangan seseorang yang
dicintainya pada usia muda. Aku mulai dikenalkan dengan kata perpisahan sejak
kecil lebih tepatnya saat perpisahan TK, dimana aku akan berpisah dengan
teman-temanku untuk melanjutkan fase pendidikan selanjutnya hingga setiap akhir
dari jenjang satu pendidikan akan merasakan bagaimana berpisah dengan teman-teman
untuk berpindah ke satu tempat lainnya.
Tapi, dari semua fase perpisahan yang aku
rasakan. Satu fase yang paling berat aku rasakan ialah bagaimana berpisah
dengan bokap untuk selama-lamanya dalam usia yang masih sangat muda saat itu.
ketika, anak-anak lainnya bermimpi untuk dapat dilihat ketika ia mengenakan
seragam putih biru, putih abu, dimana ia kuliah, hingga mendapatkan pelukan
seorang ayah ketika lulus dari jenjang pendidikannya.
Memori-memori kecilku mulai meletup-letup
ketika mencoba membongkar satu demi per satu ingatan masa lalu. Kenangan tentang
liburan sekeluarga, kenangan tentang hadiah yang diberikannya ketika
berulangtahun, kenangan tentang omelannya setiap sore bila beliau pulang dari
kantor dan anak-anaknya tidak ada yang menyambutnya. Kenangan-kenangan yang
terlalu indah untuk dilupakan dan selalu membekas di dalam hati.
Bahkan terkadang aku terlalu melankolis
ketika membaca, mendengar, atau menonton suatu kisah yang mengenai kasih
seorang ayah. Untuk orang lain mungkin akan terasa konyol, tetapi untukku hal
konyol dan sesederhana itu pun dapat menyentuh hatiku untuk memaksa air mata
keluar dari sisi mataku.
Sejenak ketika aku sedang mengetik
tiba-tiba suatu pertanyaan muncul di benakku? Apa yang akan terjadi bila bokap
masih ada sampai saat ini dan melihat kuliahku yang lumayan berantakan hingga
pindah ke suatu tempat?
Bagaimana rasanya masih mendapatkan
perhatian dari kedua orangtua yang masih lengkap? Bukankah itu adalah hal yang
luar biasa?
Seperti benar kata-kata yang sering aku
dengar, terkadang kita baru merasakan seberapa penting orang tersebut di saat
kita kehilangan orang tersebut untuk selamanya.
***
Semalam saat melayat, kedua kakiku begitu
berat untuk melangkah dan otakku tak dapat memproduksi kata-kata untuk
menguatkan teman dan ibunya yang baru saja ditinggal oleh ayahnya untuk
selamanya. Kedua bola mataku berat, rasanya aku ingin menitikkan air mata
ketika melihat sosok ayah temanku yang sedang tidur.
Ingatanku kembali ke masa lalu, merasakan
kehilangan yang sama seperti dulu aku pun pernah merasakan kehilangan akan
sosok ayah yang tak dapat tergantikan dan selalu dirindukan. Sosok ayah yang
menjadi panutan dan sosok ibu yang begitu kuat untuk menjalani hari demi
harinya untuk mengurus semuanya.
Memang kehilangan itu begitu menyesakkan,
tetapi kehilangan merupakan suatu permulaan untuk suatu rencana semesta dalam
hidup atau masa depan yang baik asalkan jangan pernah kehilangan harapan. Mungkin,
secara sederhananya kehilangan seorang pacar yang kita sayangi aja nyesek,
apalagi kehilangan orangtua?
Peluklah dia dan genggam tangannya, lalu
buat ia tersenyum dan bahagia.
Terima kasih.
Tidur yang tenang Oom disana!
Tulisan ini ditunjukan khusus untuk teman
SD, Gendis. Yang kuat, ya Ndis! Gatau harus ketik apa ditulisan ini..
No comments:
Post a Comment