Friday, April 5, 2013

Pertemuan Pertama itu...


Gue tidak mengetahui mulai darimana awalnya tetapi saat gue berusaha mengingat semua kejadian itu, gue teringat waktu perjumpaan pertama yang singkat tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut kami.

Bahkan hingga pertemuan kedua dan ketiga masih demikian gue hanya diam dan memandangi dirinya dalam kesepian, seorang gadis yang berambut panjang dan mengenakan kacamata merah yang mengalihkan pandangan gue saat itu. Mungkin sifat seorang pria yang mudah untuk merasakan namanya tertarik dengan seorang wanita dari parasnya demikian juga gue dengan perempuan tersebut.

Gue tidak mengetahui siapa namanya. Gue hanya selalu berpapasan dengan dirinya setiap minggu dan setelah itu melihat dirinya kagum dari kejauhan. Apakah ini yang disebut cinta? Entahlah, gue tidak mengetahuinya karena gue pun adalah orang yang tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Terlalu dini untuk mengatakan kalau ini adalah perasaan yang namanya cinta.

Pertemuan keempat dengan dirinya, gue memberanikan diri untuk berkenalan dengan dirinya hanya dengan modal nekat dan cuek dengan kondisi sekitar. Gue tahu kalau gue hanya menunggu waktu yang tepat dan baik itu takkan pernah terjadi karena waktu yang tepat itu akan terjadi bila kita bertindak.

“Hai...” sapa gue ringan berharap agar dia dapat membalas sapaan gue ini.

“Hai juga, siapa ya?” dia membalasnya dengan suara yang lembut dan senyum yang sangat menarik untuk gue. Terlihat dia sedikit bingung ketika gue menyapa dirinya tapi dia tetap begitu hangat terhadap orang yang tidak dia kenal.

“Nama gue Ryo. Kalau nama lo siapa?” gue memperkenalkan diri gue duluan dengan begitu yakin padahal dalam diri ini sangat begitu takut dan gemetar.

“Nama gue Ilia.” Jawabnya singkat dengan menyambut jabatan tangan gue.

Gue... gue... gue.... tidak percaya dengan hal ini, gue dapat berkenalan dengan dia secara langsung. Tangannya begitu lembut dan halus, senyumnya yang begitu menghangatkan jiwa, rambut panjangnya yang panjang terurai jatuh begitu saja hingga bahunya meski pada bagian atasnya di jepit mungkin agar tidak terlalu panas, kacamata merah yang ia kenakan membuat kecantikannya bertambah, dan yang tidak kalah menariknya ialah bibirnya yang tipis. Semua itu terangkum dan berpadu menjadi satu kesatuan yang membuat keindahan dari dirinya terpancar.

Sesaat gue terdiam memandangi wajahnya sebelum Ilia menyadarkan gue, “Hei kok diam? Dan kenapa lihat gue kaya gitu ya?” dia bertanya dengan heran sambil melihat ke sekelilingnya untuk mencari apa yang salah dari dirinya.

“Lo cantik banget.” Ucap gue tanpa sadar.

Kami terdiam, wajah Ilia pias menjadi merah, dan gue menjadi serba salah yang menghasilkan salah tingkah. Hati langsung berdebar begitu cepatnya, darah mengalir begitu cepatnya, dan lidah menjadi kelu.

“Terima kasih ya dibilang cantik.” Katanya dengan malu-malu dan menutupi senyumannya dengan tangannya.

‘Ah Tuhan, Engkau menciptakan bidadari yang begitu indah dan bidadari itu berada tepat di hadapanku. Semuanya terlihat sempurna pada dirinya, apakah mungkin dia adalah jawaban dari setiap doaku yang aku panjatkan kepada-Mu Tuhan?’

Sorry, kalau gue bilang kaya gitu padahalkan gue sama lo baru aja kenalan, dan gue udah bilang kaya gitu aja ke lo.” Gue meminta maaf dengan menundukan wajah gue. Apa yang harus gue lakukan saat ini? Lidah gue terlalu lemah untuk dapat bergerak mengucapkan kalimat satu persatu.

Apakah gue harus memerlukan les untuk dapat merangkai setiap kata? Sebenarnya perasaan apakah ini kenapa gue menjadi gugup di hadapannya?

“Iya gapapa kok. Oiya maaf ya gue lagi buru-buru soalnya banyak kerjaan nih.” Dia pergi berlalu dari hadapan gue tapi dengan sigap gue meraih tangannya.

“Gue boleh minta kontak lo enggak? Biar bisa berhubungan sama lo gitu kan?” tanya gue dengan suara yang bergetar saat dia menatap gue heran dan memperhatikan tangannya yang terus gue genggam.

“Boleh kok... Ini, lo masukin kontak lo di hape gue aja ya, Yo!” Jawabnya yang tanpa ada amarah sedikit pun dan memberikan hapenya kepada gue.

Dia begitu ramah, dia begitu indah, dia begitu hangat, dan dia begitu sempurna untuk diri gue. Gue mengetik menyimpan nomor gue pada hapenya dan mengirimkan SMS ke nomor gue agar gue dapat mengetahui nomornya juga.

Setelah itu, semuanya telah berakhir dengan begitu saja. Dia pergi meninggalkan gue dan gue hanya menatap dirinya yang sedang berlari mengejar waktu perlahan menjauh dan menghilang dari hadapan gue.

Gue hanya membayangkan dirinya dan sepintas gue berharap semoga gue dapat dipertemukan dengan dirinya dengan waktu yang lebih lama, bukan hanya sekedar ‘Say Hi..’ tapi bisa berbincang lebih lama lagi. Ahhh... itu cuma harapan gue saja dan itu cuma sekedar mimpi yang terlintas begitu saja dalam benak gue, gue pun tahu ini hanya kebetulan gue dapat bertemu dengan dirinya di tempat dan waktu ini. Apakah kebetulan itu dapat hingga empat kali? Bila ini bukan kebetulan apakah ini yang di sebut dengan takdir? Apakah takdir yang telah mempertemukan kita? Dan apakah takdir itu akan menciptakan sesuatu yang indah yang dinamakan dengan cinta?

No comments:

Post a Comment