Sunday, April 14, 2013

Hari Bersamanya



Hari berganti hari dan minggu berganti minggu, usaha pendekatan terhadap Ilia masih terus gue lakukan meski terlihat susah untuk dapat meraih hatinya tetapi gue tetap berjuang dan tak mengenal yang namanya menyerah.

Putus asa itu pernah terbesit dalam benak gue saat susah menemukan jadwal untuk dapat bertemu dengan dirinya, dirinya begitu sibuk dengan segala kesibukannya sedangkan gue mempunyai waktu yang begitu fleksibel. Saat dirinya sedang bisa untuk bertemu malah gue yang mempunyai kerjaan yang tak dapat ditinggalkan.



Terus berjuang akhirnya menemukan waktu yang kami berdua dapat bertemu yaitu di akhir pekan ini tepat di akhir bulan november ini. Setiap harinya gue memikirkan hal ini bagaimana saat bertemu dengan dia nanti dan apa yang harus gue lakukan saat itu? Haaah... semuanya berkumpul dan membentuk sebuah hal yang padat yang memberatkan otak gue sebelah.

Hari ini adalah hari yang telah kami janjikan dan gue tidak bisa menghindari hari ini. Gue yang berjanji, gue takkan pernah melupakan ataupun mengingkari setiap janji gue karena janji gue adalah janji seorang pria.

Gue mengeluarkan setiap pakaian yang berada dalam lemari pakaian gue untuk dapat menemukan pakaian apa yang bagus saat bertemu dengan seorang yang gue kagumi ini. Setiap pakaian telah keluar hingga lemari gue kosong dan semuanya bergeletakan di atas kasur gue dengan bercampur kertas-kertas yang berserakan. Entahlah apakah ini frustasi menemukan pakaian yang bagus sehingga gue memilih untuk casual dengan celana panjang yang robek pada bagian dengkulnya, jersey Arsenal, dan tidak lupa dengan cardigans yang gue kenakan untuk bertemu dengannya.

Perjalanan ke tempat yang kami janjikan memanglah tidak terlalu lama dari rumah gue, sebuah kafe yang menurut gue sangat nyaman kalau untuk bertemu dan kafe tersebut di tempat yang strategis dari rumah kami.

Gue menunggu dengan cemas dan memperhatikan ke arah pintu masuk dengan seksama setiap orang yang masuk. Mulut gue terasa asam dan tangan gue pun sudah gatal untuk membakar sebatang rokok pada saat ini tapi gue tidak dapat melakukan itu karena gue berada di ruangan yang tak membolehkan hal tersebut.

Dengan cemas gue menatap ke arah jam tangan dan sesekali menatap handphone gue untuk melihat apakah ada kabar dari dia, menantikan hal ini sangat membuat gue tegang dan sejujurnya menunggu itu membosankan tapi tidaklah untuk kali ini menurut gue. Iya mungkin karena sesuatu hal yang benar-benar gue harapkan itu terjadi hari ini sehingga gue tidak bosan untuk menantikan kehadirannya.

“Maaf, apa benar ini Ryo?” tanya seorang perempuan dengan lembut dan ragu kepada gue. Gue pun hanya terdiam memperhatikan perempuan yang bertanya kepada gue saat ini, perempuan itu menatap balik ke arah gue dengan pandangan yang heran dan sekali lagi ia bertanya, “Ini benar Ryo?”

Gue mengenali suara ini dan gue berusaha untuk mengingat-ingat siapakah perempuan ini. Perempuan ini memiliki paras yang mirip dengan Ilia, iya meski terakhir kali gue bertemu dengan dirinya sudah sebulan yang lalu tapi gue mengingat wajahnya meski dengan samar-samar dan tak yakin.

“Iya benar, gue Ryo... Ini Ilia kan?” jawab gue terbata-bata dan gue mencoba untuk memberanikan diri untuk menatap matanya secara hangat.

“Ah... akhirnya ternyata benar juga dugaan gue dari tadi.” Ucapnya dan dia menarik kursi yang berada di depan gue, dia duduk di depan gue dan saat ini gue dapat menatap dirinya secara langsung kembali.

Dengan begitu cepat jantung ini berdegup dan kaki gue bergetar hebat saat pandangan mata kami bertemu pada satu titik dan senyuman yang ia tampilkan begitu hangat dan merobohkan setiap jengkal keberanian yang gue bangun dari tadi.

“Sebenarnya dari tadi gue udah ada di sini dan gue duduk dipojokan, gue sedari tadi memperhatikan lo dari tempat gue tapi gue engga yakin kalau yang gue perhatikan itu ternyata lo, Yo!” Jelasnya kepada gue dengan begitu semangat dan ceria, tak jarang gue mendapatkan senyumannya saat dia sedang menjelaskan.

“Hahaha... oh gue kira lo telat tahunya udah ada dari tadi dan malah udah perhatiin gue dari tadi, kenapa juga engga negor?” ucap gue dengan sedikit terkekeh untuk mencairkan suasana ini.

“Iya kan, gue malu kalau misalnya salah orang ya itu,” Jawabnya dengan malu-malu.

Kami berdua pun berbincang lumayan cukup lama dalam perbincangan ini kami saling tertawa puas karena lelucon-lelucon yang saling kami lemparkan. Gue menatap saat dia sedang tertawa lepas yang membuat gue serasa terbang ke langit lapisan tujuh, gue merasakan sebuah getaran yang luar biasa dari dalam hati ini. Gue tidak mengetahui getaran apa yang sedang merasuki gue ini.

Sejak dari pandangan pertama gue memang sudah tertarik dengan perempuan ini, gue mengetahui kalau dia bukanlah perempuan biasa tapi dia adalah perempuan yang luar biasa. Perempuan cantik memang banyak bertebaran di luar sana tapi perempuan yang luar biasa seperti Ilia itu sangat jarang ditemukan dan gue bersyukur dapat bertemu dan berkenalan dengan dirinya. Ilia memang cantik dan menawan tapi kenapa dia begitu luar biasa dan istimewa karena kecantikannya itu bukan hanya yang tertampil dari luar tapi dari dalam dirinya pun begitu cantik.

Tatapan matanya yang hangat itu membius gue untuk tidak dapat berkata apa-apa, kaca mata merah yang ia kenakan semakin membuat bius itu begitu dalam menyerang gue. Gue benar-benar seperti terbius olehnya, gue... gue... terpesona kepadanya saat ini juga. Oh... Tuhan tolonglah aku berikan aku kekuatan untuk saat ini agar aku tak mengacaukan hari saat bersamanya.

“Yooo... kok diem dan mandang gue kaya gitu ya?” Ilia bertanya heran kepada gue dan menyadarkan gue dari lamunan gue. Entahlah sudah berapa lama gue memandang dan bertahan dalam lamunan gue ini.
“Enggak apa-apa kok Ilia.” Jawab gue seadanya yang terlintas dalam benak gue.

‘Astaga benar-benar luar biasa pesona dari perempuan ini.’ Batin gue dalam hati yang tak berani gue ucapkan secara langsung kepada dirinya.

“Ah bohong nih!” ambeknya dengan memanyunkan bibirnya.

Gue sendiri menjadi ragu untuk menahan rahasia ini sendiri atau mengucapkan apa yang gue rasakan ini secara jujur cuma gue takut bila mengatakan secara jujur gue takut kalau gue  terlalu berani dan menurut gue terlalu cepat untuk memuji dirinya.

“Iya benar kok, enggak apa-apa Ilia!” Jawab gue dengan cepat dengan sedikit ketegasan agar Ilia dapat yakin bila tidak terjadi apa-apa. “Kita pergi nonton mau engga daripada cuma duduk di sini seharian?”

“Ehem... ide yang bagus juga tuh Yo, gue juga udah lama enggak pergi nonton sekalian melepas penat gue seminggu ini, hahaha...” dia menyetujui saran gue dan kembali tertawa dengan begitu lepasnya. Gue teringat saat sedang di telepon pun dia sering tertawa begitu lepasnya serasa tidak memiliki beban dalam dirinya.

“Yaudah, yuk kita berangkat kalau begitu Ilia.”

“Tunggu dulu, tapi kita nonton dimana dan nonton apa Yo?”

“Udah soal ini percaya aja sama gue, kita nonton film yang bagus kok tenang aja nanti semuanya gue yang bayar deh Ilia.” Kali ini gue yang menyunggingkan senyuman kepadanya dan dia membalas dengan senyuman yang begitu hangat dan menambah kecantikan pada wajahnya.

‘Gue takkan pernah meninggalkan diri lo apapun yang terjadi gue akan selalu ada buat lo meski gue bukan siapa-siapa buat lo nantinya tapi gue akan selalu ada buat lo Ilia.’ Janji gue dalam hati.

Gue menghela napas gue dalam-dalam saat berjalan di belakangnya, dari belakangnya gue dapat memandang rambutnya yang panjang itu bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti langkahnya. Gue menyakini diri gue sendiri bila yang sedang berjalan di depan gue dan yang sedang gue pandang ini ialah perempuan setengah bidadari atau dia memang benar-benar bidadari yang turun dari surga, entahlah tapi yang pasti Tuhan menciptakan dirinya begitu sangat indah dengan segala keindahan yang ia miliki saat ini.

Gue ingin mendekapnya untuk selamanya dan membiarkan diri gue hanya untuk dirinya hingga napas terakhir gue pun untuk dirinya. Bila gue berhasil mendekapnya takkan pernah gue melakukan kesalahan bodoh yang membuat dia lepas dari dekapan gue. Ilia tersenyumlah dan terangilah jalan gue yang gelap ini.

No comments:

Post a Comment