Hari berganti hari dan
minggu berganti minggu, usaha pendekatan terhadap Ilia masih terus gue lakukan
meski terlihat susah untuk dapat meraih hatinya tetapi gue tetap berjuang dan
tak mengenal yang namanya menyerah.
Putus asa itu pernah terbesit
dalam benak gue saat susah menemukan jadwal untuk dapat bertemu dengan dirinya,
dirinya begitu sibuk dengan segala kesibukannya sedangkan gue mempunyai waktu
yang begitu fleksibel. Saat dirinya sedang bisa untuk bertemu malah gue yang
mempunyai kerjaan yang tak dapat ditinggalkan.
Terus berjuang akhirnya
menemukan waktu yang kami berdua dapat bertemu yaitu di akhir pekan ini tepat
di akhir bulan november ini. Setiap harinya gue memikirkan hal ini bagaimana
saat bertemu dengan dia nanti dan apa yang harus gue lakukan saat itu? Haaah...
semuanya berkumpul dan membentuk sebuah hal yang padat yang memberatkan otak
gue sebelah.
Hari ini adalah hari
yang telah kami janjikan dan gue tidak bisa menghindari hari ini. Gue yang
berjanji, gue takkan pernah melupakan ataupun mengingkari setiap janji gue
karena janji gue adalah janji seorang pria.
Gue mengeluarkan setiap
pakaian yang berada dalam lemari pakaian gue untuk dapat menemukan pakaian apa
yang bagus saat bertemu dengan seorang yang gue kagumi ini. Setiap pakaian
telah keluar hingga lemari gue kosong dan semuanya bergeletakan di atas kasur
gue dengan bercampur kertas-kertas yang berserakan. Entahlah apakah ini
frustasi menemukan pakaian yang bagus sehingga gue memilih untuk casual dengan celana panjang yang robek
pada bagian dengkulnya, jersey Arsenal, dan tidak lupa dengan cardigans yang gue kenakan untuk bertemu
dengannya.
Perjalanan ke tempat
yang kami janjikan memanglah tidak terlalu lama dari rumah gue, sebuah kafe
yang menurut gue sangat nyaman kalau untuk bertemu dan kafe tersebut di tempat
yang strategis dari rumah kami.
Gue menunggu dengan
cemas dan memperhatikan ke arah pintu masuk dengan seksama setiap orang yang
masuk. Mulut gue terasa asam dan tangan gue pun sudah gatal untuk membakar
sebatang rokok pada saat ini tapi gue tidak dapat melakukan itu karena gue
berada di ruangan yang tak membolehkan hal tersebut.
Dengan cemas gue
menatap ke arah jam tangan dan sesekali menatap handphone gue untuk melihat apakah ada kabar dari dia, menantikan
hal ini sangat membuat gue tegang dan sejujurnya menunggu itu membosankan tapi
tidaklah untuk kali ini menurut gue. Iya mungkin karena sesuatu hal yang
benar-benar gue harapkan itu terjadi hari ini sehingga gue tidak bosan untuk
menantikan kehadirannya.
“Maaf, apa benar ini
Ryo?” tanya seorang perempuan dengan lembut dan ragu kepada gue. Gue pun hanya
terdiam memperhatikan perempuan yang bertanya kepada gue saat ini, perempuan
itu menatap balik ke arah gue dengan pandangan yang heran dan sekali lagi ia
bertanya, “Ini benar Ryo?”
Gue mengenali suara ini
dan gue berusaha untuk mengingat-ingat siapakah perempuan ini. Perempuan ini
memiliki paras yang mirip dengan Ilia, iya meski terakhir kali gue bertemu
dengan dirinya sudah sebulan yang lalu tapi gue mengingat wajahnya meski dengan
samar-samar dan tak yakin.
“Iya benar, gue Ryo...
Ini Ilia kan?” jawab gue terbata-bata dan gue mencoba untuk memberanikan diri
untuk menatap matanya secara hangat.
“Ah... akhirnya
ternyata benar juga dugaan gue dari tadi.” Ucapnya dan dia menarik kursi yang
berada di depan gue, dia duduk di depan gue dan saat ini gue dapat menatap dirinya
secara langsung kembali.
Dengan begitu cepat
jantung ini berdegup dan kaki gue bergetar hebat saat pandangan mata kami
bertemu pada satu titik dan senyuman yang ia tampilkan begitu hangat dan
merobohkan setiap jengkal keberanian yang gue bangun dari tadi.
“Sebenarnya dari tadi
gue udah ada di sini dan gue duduk dipojokan, gue sedari tadi memperhatikan lo
dari tempat gue tapi gue engga yakin kalau yang gue perhatikan itu ternyata lo,
Yo!” Jelasnya kepada gue dengan begitu semangat dan ceria, tak jarang gue
mendapatkan senyumannya saat dia sedang menjelaskan.
“Hahaha... oh gue kira
lo telat tahunya udah ada dari tadi dan malah udah perhatiin gue dari tadi,
kenapa juga engga negor?” ucap gue dengan sedikit terkekeh untuk mencairkan
suasana ini.
“Iya kan, gue malu
kalau misalnya salah orang ya itu,” Jawabnya dengan malu-malu.
Kami berdua pun
berbincang lumayan cukup lama dalam perbincangan ini kami saling tertawa puas
karena lelucon-lelucon yang saling kami lemparkan. Gue menatap saat dia sedang
tertawa lepas yang membuat gue serasa terbang ke langit lapisan tujuh, gue
merasakan sebuah getaran yang luar biasa dari dalam hati ini. Gue tidak
mengetahui getaran apa yang sedang merasuki gue ini.
Sejak dari pandangan
pertama gue memang sudah tertarik dengan perempuan ini, gue mengetahui kalau
dia bukanlah perempuan biasa tapi dia adalah perempuan yang luar biasa.
Perempuan cantik memang banyak bertebaran di luar sana tapi perempuan yang luar
biasa seperti Ilia itu sangat jarang ditemukan dan gue bersyukur dapat bertemu
dan berkenalan dengan dirinya. Ilia memang cantik dan menawan tapi kenapa dia
begitu luar biasa dan istimewa karena kecantikannya itu bukan hanya yang tertampil
dari luar tapi dari dalam dirinya pun begitu cantik.
Tatapan matanya yang
hangat itu membius gue untuk tidak dapat berkata apa-apa, kaca mata merah yang
ia kenakan semakin membuat bius itu begitu dalam menyerang gue. Gue benar-benar
seperti terbius olehnya, gue... gue... terpesona kepadanya saat ini juga. Oh...
Tuhan tolonglah aku berikan aku kekuatan untuk saat ini agar aku tak
mengacaukan hari saat bersamanya.
“Yooo... kok diem dan
mandang gue kaya gitu ya?” Ilia bertanya heran kepada gue dan menyadarkan gue
dari lamunan gue. Entahlah sudah berapa lama gue memandang dan bertahan dalam
lamunan gue ini.
“Enggak apa-apa kok
Ilia.” Jawab gue seadanya yang terlintas dalam benak gue.
‘Astaga
benar-benar luar biasa pesona dari perempuan ini.’ Batin
gue dalam hati yang tak berani gue ucapkan secara langsung kepada dirinya.
“Ah bohong nih!” ambeknya
dengan memanyunkan bibirnya.
Gue sendiri menjadi
ragu untuk menahan rahasia ini sendiri atau mengucapkan apa yang gue rasakan
ini secara jujur cuma gue takut bila mengatakan secara jujur gue takut kalau
gue terlalu berani dan menurut gue
terlalu cepat untuk memuji dirinya.
“Iya benar kok, enggak
apa-apa Ilia!” Jawab gue dengan cepat dengan sedikit ketegasan agar Ilia dapat
yakin bila tidak terjadi apa-apa. “Kita pergi nonton mau engga daripada cuma
duduk di sini seharian?”
“Ehem... ide yang bagus
juga tuh Yo, gue juga udah lama enggak pergi nonton sekalian melepas penat gue
seminggu ini, hahaha...” dia menyetujui saran gue dan kembali tertawa dengan
begitu lepasnya. Gue teringat saat sedang di telepon pun dia sering tertawa
begitu lepasnya serasa tidak memiliki beban dalam dirinya.
“Yaudah, yuk kita
berangkat kalau begitu Ilia.”
“Tunggu dulu, tapi kita
nonton dimana dan nonton apa Yo?”
“Udah soal ini percaya
aja sama gue, kita nonton film yang bagus kok tenang aja nanti semuanya gue
yang bayar deh Ilia.” Kali ini gue yang menyunggingkan senyuman kepadanya dan
dia membalas dengan senyuman yang begitu hangat dan menambah kecantikan pada
wajahnya.
‘Gue
takkan pernah meninggalkan diri lo apapun yang terjadi gue akan selalu ada buat
lo meski gue bukan siapa-siapa buat lo nantinya tapi gue akan selalu ada buat
lo Ilia.’ Janji gue dalam hati.
Gue menghela napas gue
dalam-dalam saat berjalan di belakangnya, dari belakangnya gue dapat memandang
rambutnya yang panjang itu bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti langkahnya.
Gue menyakini diri gue sendiri bila yang sedang berjalan di depan gue dan yang
sedang gue pandang ini ialah perempuan setengah bidadari atau dia memang
benar-benar bidadari yang turun dari surga, entahlah tapi yang pasti Tuhan
menciptakan dirinya begitu sangat indah dengan segala keindahan yang ia miliki
saat ini.
Gue ingin mendekapnya
untuk selamanya dan membiarkan diri gue hanya untuk dirinya hingga napas
terakhir gue pun untuk dirinya. Bila gue berhasil mendekapnya takkan pernah gue
melakukan kesalahan bodoh yang membuat dia lepas dari dekapan gue. Ilia
tersenyumlah dan terangilah jalan gue yang gelap ini.
No comments:
Post a Comment