Pemandangan apa yang terindah dalam satu hari? untuk gue ialah menjelang magrib dengan warna jingga dan tambahan matahari yang sedang beranjak untuk kembali keperaduannya. untuk warga Jakarta, waktu ini adalah saat yang paling dibenci karena jam pulang yang selalu terjebak dalam kemacetan Jakarta yang seakan tak pernah ada solusinya dan takkan pernah tahu akhir kisah macetnya sampai kapan.
Senja. mungkin adalah pemandangan yang sering kita lihat setiap harinya dan berulang-ulang tapi entah mengapa kita selalu merindukannya, mengapa kita saat menantikannya dengan rasa yang berlebih di dalam hati dan setelah itu memotretnya sebagai kenangan untuk hari ini. senja. padahal esok hari akan terjadi lagi, sama seperti hari ini, kemarin, dan esok tapi mengapa kita merindukannya? ah, entahlah, selain pemandangan setelah hujan dan munculnya pelangi yang kita tidak tahu kapan munculnya, malah kita lebih merindukan kedatangan senja.
Namun sore ini, gue tidak dapat menemukan senja dan matahari terlalu malu menampakkan dirinya saat ia pulang keperaduannya dan di sore ini juga sebuah lagu dari Legna terputar dalam playlist gue saat kerja dengan ditemani secangkir kopi hitam yang hangat hasil racikan sendiri. pikiran gue melayang entah kemana dengan sebuah pertanyaan dalam hati, tentang melepas sebuah perasaan.
***
Itu merupakan sebuah bagian dari lagu Legna yang berjudul Melepasmu, yang mengisahkan tentang seorang yang berusaha untuk melepaskan cinta yang lamanya untuk mencari sebuah cinta yang baru. apakah tentang move on? bisa jadi, namun move on itu tidak semudah apa yang orang bicarakan atau motivasi dari motivator-motivator terkenal bicarakan, move on itu ibaratnya terjebak pada sebuah senja yang terlalu indah bila kita tinggalkan dan selalu kita rindukan setiap harinya."Kau yang terindah yang pernah menghiasiHati dan rasa iniNamun semua kini rasa ituTlah hilang pergi jauh dari hatiMeyakinkan kau bukan milikku"
Kali ini, gue berusaha untuk melepaskan sebuah kisah cinta yang tidak mungkin terjadi dalam hidup gue, bahkan sebuah kesalahan demi kesalahan pun gue lakukan untuk menjangkaunya, meski dalam hati ini ingin untuk bersamanya tetapi sebuah kenyataan mengatakan tidak dan semesta pun enggan untuk merestuinya. di mulai dari sebuah kekaguman yang gue tuliskan dalam sebuah puisi yang hasilnya malah membuat gue terkena block, untungnya tidak berapa lama kemudian gue diampuni dan di unblock oleh dirinya. hal tersebut menghasilkan sedikit trauma dalam diri ini, untuk menyapanya saat bertemu, untuk memberikan sedikit perhatian saat dia mengeluh sakit atau badmood, atau macam hal lainnya, trauma itu yang menjadikan gue menjadi tampak seperti seorang pengecut yang hidup dalam ketakutannya dan traumanya.
Sebuah luka itu seharusnya diobati bukan dibiarkan terbuka basah yang malah membuat lukanya semakin dalam dan sakit. iya. itu adalah kata-kata bijak yang pernah gue baca, dan luka di saat kita harus meninggalkan seseorang yang kita cintai itu memang sakit, tapi kesalahan tersering kita adalah membiarkan luka itu membasah atau menjaga luka itu tetap terbuka, bukannya mencari obat untuk menyembuhkan lukanya.
Gue mulai sedikit belajar mengerti bahwa kenalan dengan seorang perempuan itu bukan hanya berani melalui media sosial atau media lainnya, melainkan bertemu secara langsung dan kenalan itu adalah hal yang perempuan sukai tapi gue mempunyai sebuah alasan yang kuat yang malah menjadi sebuah titik kelemahan gue yaitu, gue tidak memiliki keberanian untuk itu, bahkan minggu lalu ketika gue pulang dari gereja, perempuan itu berada di depan gue berjalan sampai lantai bawah. kenapa gue tidak menyapanya? entahlah, gue ragu karena gue baru sekali melihatnya dan berkali-kali melihatnya melalui foto di twitternya, itu adalah alasan gue karena ketidakyakinan gue. namun, dipertengahan jalan gue baru tersadar bahwa itu adalah orang yang gue sukai dan kagumi setelah melihat matanya yang juga sedang menatap gue heran, atau mungkin gue yang ke-geer-an dia sedang menatap gue.
kita pun sering melakukan hal yang sama yaitu, telat sadar akan cinta itu, ketika cinta itu ada kita merasakannya dengan bahagia, namun menjelang di akhir kita tidak sadar bahwa kelakuan kitalah yang membuat cinta itu retak lalu mati. lalu, kita sering menyalahkan kondisi atau mencari alasan untuk menyalahkan orang lain, padahal intinya kesalahan itu ada di dalam pribadi kita.
Sama seperti ketika kita merindukan senja yang indah, ketika dia muncul lalu kita terlewatkan untuk melihatnya, kita menyalahkan kondisi kita yang sedang sibuk sehingga melewatkannya, atau ketika kita menantikan senja di saat mendung, sampai berapa lama pun kita menantikannya sulit untuk melihatnya. tapi senja yang terindah adalah di saat hujan telah usai mengguyur tanah, bau yang harum di tambah dengan pemandangan indah di atas langit. SEMPURNA!
Gue mulai memalingkan wajah dengan guratan kelesuan ketika mendapatkan sebuah kenyataan bahwa sore ini memang tidak senja yang hadir, namun kenyataan itu sama dengan kehidupan cinta gue yang masih diharuskan untuk terus berjalan mencari cinta itu. sekarang harapan akan cinta itu terhadap dia hanyalah sebuah kata yang tak berarti.
Bila senja itu mengartikan suatu hal yang indah oleh banyak orang dan selalu dirindukan, berarti banyak orang yang merindukan sebuah akhir bukan? tapi kenyataannya, mereka yang merindukan senja selalu berharap tidak pernah bertemu pada sebuah akhir. senja ialah waktu yang menandakan sebuah akhir dalam suatu hari yang melelahkan ini sebelum akhirnya malam yang ditemani bulan dan bintang yang menemani kita.
ibarat sebuah perpisahan, senja adalah sebuah akhir yang selalu diharapkan oleh orang banyak, berakhir dengan indah dan selalu rindu untuk melihat kembali.
ah, seandainya dia yang menjadi senja dalam hidup gue, indah. iya, indah! karena dia adalah seorang bidadari yang turun dari khayangan yang sulit untuk digapai bila tidak diambil selendangnya.
setelah sore yang ditemani dengan mendung, akhirnya mendung itu pecah dan turunlah butiran air menerjang dan jatuh berhamburan ke atas tanah menghasilkan sebuah bau yang tidak kalah semerbaknya dengan bau bunga. hujan yang selalu dinantikan saat kekecewaan senja yang tidak pernah datang karena ditutup dengan mendung.
No comments:
Post a Comment