Jakarta,
23-05-2013
Hai, buku
catatan kecilku.
Aku sudah lama tidak pernah
bercerita lagi kepadamu tentang apa yang terjadi dalam hidupku. Hidupku terasa
sepi dan sunyi menjadi teman sejatiku menjalani hari ini, meski aku berada di
tempat yang ramai atau sedang bersama dengan teman-temanku, aku tidak tahu
mengapa pastinya aku selalu merasa sepi dan kosong dalam diri ini.
Tidak pernah jelas tentang sebuah
perjalanan kehidupanku, sama seperti ketidakjelasan dari arti cinta sejati itu
apa. Aku sudah begitu lama tidak bersentuhan dengan sebuah perasaan yang
dikatakan oleh orang banyak adalah sebuah anugerah dalam hidup ini. apa kamu
tahu bila aku selalu mencari arti dan keberadaan cinta sejati itu? dalam
pencarianku untuk memecahkan teka-teki kehidupan tersebut, aku sama sekali
belum mendapatkan setitik cahaya sama sekali sampai akhirnya ada seorang gadis
yang membuatku terkagum oleh indah paras wajahnya.
Pertemuanku dengan gadis itu begitu
simpel dan biasa saja tidak ada yang dapat aku banggakan atau pun menjadi
sesuatu yang istimewa pun tak dapat. Aku tidak sengaja menabrak dirinya saat
aku sedang keluar dari dalam perpustakaan siang itu, dengan perasaan bersalah
dan karena aku seorang pria yang harus bertanggung jawab membuat aku membantu
dirinya untuk dapat berdiri lalu meminta maaf karena kelalaianku di siang itu.
Ketika aku melihat wajahnya, seluruh
tubuhku terasa begitu panas dan rasanya aku ingin mencair oleh karena senyumnya
yang begitu menusuk-nusuk hatiku, senyumnya juga seperti menyinari hatiku yang
begitu dingin seperti bongkahan batu es.
Sebelumnya aku tidak pernah percaya
dengan apa yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama, menurutku cinta
pada pandangan pertama adalah bullshit
hanya omong kosong oleh para pujangga cinta. Tapi... saat ini karena senyuman
gadis itu aku langsung percaya dengan cinta pada pertama itu.
Gadis itu memiliki tinggi yang
hampir sama denganku, warna kulitnya yang kuning langsat, tentunya kulitnya
begitu mulus karena aku menyentuh kulitnya saat membantu dirinya untuk dapat
berdiri, kakinya yang jenjang, rambutnya yang terlihat hitam dengan sedikit
kemerahan, matanya yang sayu, dan bagian tubuhnya yang aku sukai adalah
senyumnya. Iya, senyumnya yang mampu membuat aku meleleh seperti saat ini.
Nama gadis itu Siska. Tinggal dan
besar di Bandung, namun kali ini dia harus merantau untuk menuntut ilmu jauh
dari rumahnya, meski jarak antara Jakarta dan Bandung dapat di tempuh sekitar
dua jam tapi tetap saja ia merantau jauh dari keluarga dan di Jakarta dirinya
tidak memiliki saudara dekat.
Siska merupakan gadis yang periang
dan sangat baik terhadap siapa pun. Suatu ketika saat aku sedang menemani
dirinya mencari buku di daerah Senen, ia melihat seorang anak kecil yang tidur
di emperan, anak itu begitu lusuh dan dekil tapi tidak membuat gadis seperti
Siska ini jijik terhadap anak tersebut. Dia berjalan mendekati anak tersebut
dan membangunkan anak itu, lalu matanya memperhatikan anak tersebut teliti dan
mengajak anak tersebut makan bersama dengan kami.
Hatinya yang begitu mulia dan tulus
untuk menolong. Dia tidak pernah membedakan orang lain, bila ada yang kesusahan
dan meminta pertolongannya dengan senang hati dia menolong orang tersebut,
meski sering kali kebaikkan Siska menjadi bahan untuk teman-temannya memperalat
dirinya. Aku tidak pernah mendengar sedikit pun Siska kesal atau marah terhadap
temannya tersebut, dia pun tetap membantu temannya yang sering mengerjai
dirinya. Ah, aku bingung dengan gadis ini. jarang sekali ada pribadi seperti dirinya
di jaman sekarang.
Semakin sering aku menghabiskan
waktu bersamanya, semakin menambah pula kekagumanku terhadap dirinya. Meski aku
selalu bersama dengan dirinya, aku selalu melihat dirinya untuk tersenyum,
melihat dirinya sedang menangis, melihat dirinya meringis kesakitan melawan
rasa sakit yang ia derita, tapi aku... aku hanya akan terus di sebelahnya
menjadi seorang teman dekatnya dan takkan lebih.
Aku mulai tersadar bahwa diriku
sudah terjatuh terperosok lebih dalam lagi ke dalam jurang cinta. Rasa cemburu
itu pun muncul bila melihat dirinya sedang dekat dengan pria lain, hati ini
sakit ketika mendengar bahwa dia sedang jatuh cinta dengan seseorang yang baru
ia kenal. Hatiku benar-benar hancur berkeping-keping ketika melihat dirinya
mulai menjauh dariku, dia telah berubah dari Siska yang aku kenal dulu.
Kesal. Benci. Marah. Terhadap diriku
sendiri bila melihat Siska menangis oleh karena orang yang telah menjadi
pacarnya tersebut. Aku bodoh karena tak bisa menahan dirinya, aku bodoh karena
terus membiarkan Siska disakiti oleh pacarnya. Aku hanya bisa memberikan dadaku
dibanjiri tangis air mata Siska, telingaku selalu siap mendengar segala cerita tentang
pacarnya tersebut.
Jatuh cinta itu membuat Siska
sedikit berubah, dulu ia tidak pernah untuk mengeluh dan sekarang hampir setiap
hari ia mengeluh tentang hidupnya atau hubungannya bersama dengan pacarnya. Di
saat-saat seperti itu yang dapat ku lakukan hanyalah menghiburnya dan membuat
dirinya tenang.
Di saat dia bahagia, dia bersama
dengan pacarnya. Di saat dia terluka, dia bersama denganku. Aku tidak kuat
untuk melihat air matanya yang selalu jatuh dipelukkanku, aku tidak kuat lagi
menahan apa yang sedang ku rasakan. Akhirnya, aku mengutarakan perasaanku
kepada dirinya dan meminta dirinya untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya.
Sebenarnya maksudku baik untuk meredakan setiap luka di hatinya, tapi Siska
menanggapi berbeda dia langsung marah dan memintaku untuk membunuh setiap
perasaanku terhadap dia.
Aku diam membisu dan takkan pernah
ku katakan terhadapnya, dia pun menangis memukul-mukul dadaku. Semakin aku
menenangkan dirinya dalam pelukkanku, semakin kencang pula ia menangis.
“Bodoh! Gue engga akan pernah bisa!
Lo itu sahabat gue dan gue engga bisa untuk pacaran sama sahabat gue sendiri!
Lagi pula gue sayang banget sama dia! gue mohon, please bunuh rasa cinta lo
itu!”
Kata-kata tersebut yang ia ucapkan
dalam tangisnya malam itu. aku bodoh dan tolol untuk mengucapkan perasaanku
kepada dirinya di saat seperti ini, egois! Aku sangat egois membiarkan
persahabatan ku ini dicampuri perasaan cinta di dalamnya, membiarkan cinta itu
untuk mengobok-obok arti dari persahabatan itu sendiri, membiarkan cinta untuk
menodai persahabatan yang seharusnya tulus untuk menerima kenyataan.
Malam ini... aku baru sadar, bila
yang aku kira itu cinta ternyata hanyalah seorang sahabat setia.
Lalu di malam ini, di tengah
kekalutan dan hancurnya hatiku ini, aku mencoba mengais seluruh puing-puing
hatiku yang berantakan. Memori kenangan indah membuatku begitu emosional menanggapinya,
aku menuliskan ini kepadamu buku catatan kecilku secara jujur dan berulang kali
aku meneteskan air mata. Tidak ada yang salah bukan bila seorang pria
meneteskan air matanya?
Aku... tak dapat sedikit pun untuk
menghapus setiap kenangan indah atau pun sedih bersama denganmu Siska.
Seandainya waktu dapat berputar ulang kembali ke masa lalu,aku ingin mengulang
kejadian malam itu ketika aku mengucapkan perasaanku kepadanya, atau aku
mencoba untuk jujur kepadanya sebelum orang tersebut datang dan mengambil
engkau dari sisiku, bila pun tak bisa aku hanya ingin melewati waktu ketika
kita bertemu di depan gedung perpustakaan hingga aku tak pernah mengenal dirinya
dan jatuh cinta terhadapnya.
Aku terpikir bila sekarang adalah
waktu yang tepat untuk meninggalkan dirinya dan cerita persahabatan antara aku
dengan dirinya yang pernah terjalin. Aku pun terpikir bila ketika persahabatan
telah berubah menjadi cinta akan menghasilkan sebuah destruksif yang
menghancurkan.
Aku akan menitipkan salamku kepada
dirinya melalui udara, biar udara yang akan menyampaikannya kepada semesta
sehingga semesta mengetahui apa yang sedang ku rasakan, lalu semesta dengan
segala caranya menyampaikan kepada dirinya yang takkan pernah ku temui lagi.
Semoga aku kuat untuk tidak merindukan senyum dan tawanya lagi.
Semua yang kurasakan
tak pernah dapat ku hapuskan,
walau kau bersamanya
menjalin kisah cinta nyata dan terluka.
Pernah terpikir tuk
tinggalkanmu - Cinta dan Luka ( Club 80’s)
No comments:
Post a Comment